Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sentimen The Fed Antarkan Rupiah Menguat ke Level Rp14.008

Berdasarkan data Bloomberg, pada Jumat (12/7/2019), rupiah ditutup menguat 60 poin atau 0,42% di level Rp14.008 per dolar AS. Padahal pada sesi pembukaan rupiah sempat memerah di level Rp14.074 per dolar AS, alias melemah 0,7 poin atau 0,05%.
Karyawan menata uang rupiah di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Rabu (10/7/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Karyawan menata uang rupiah di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Rabu (10/7/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berakhir menguat, setelah pada sesi pembukaan berada di zona merah.

Berdasarkan data Bloomberg, pada Jumat (12/7/2019), rupiah ditutup menguat 60 poin atau 0,42% di level Rp14.008 per dolar AS. Padahal pada sesi pembukaan rupiah sempat memerah di level Rp14.074 per dolar AS, alias melemah 0,7 poin atau 0,05%.

Menguatnya mata uang garuda ini disokong oleh sentimen positif dari Amerika Serikat. Direktur Utama Garuda Berjangka Ibrahim mencatat, testimoni Gubernur Federal Reserve Jerome Powell pada hari kedua di depan Komite Perbankan Senat AS, semakin menunjukkan bahwa ekonomi AS masih terancam oleh lemahnya kegiatan industri, jinaknya inflasi, dan memanasnya perang dagang.

“Dari testimoni [Powell] tersebut mengindikasikan sinyal penurunan suku bunga The Fed seakan tidak mengindahkan naiknya laju inflasi AS yang dirilis. Tingkat inflasi Juni yang diumumkan 1,6% dinilai menjadi yang tertinggi dalam 1,5 tahun terakhir,” katanya, Jumat (12/7/2019).

Pada hari kedua pidatonya Kamis (11/7/2019) waktu setempat, Powell mengungkapkan pernyataan yang tak jauh berbeda dengan paparan hari sebelumnya, terkait dengan indikasi penurunan suku bunga.

“Saya pikir banyak rekan-rekan saya di FOMC [Federal Open Market Committee, komite pengambil kebijakan The Fed] berpandangan bahwa kebijakan moneter yang agak lebih akomodatif mungkin tepat [diterapkan],” katanya seperti dikutip dari Reuters.

Ibrahim melanjutkan, Presiden AS Donald Trump mengkritik China karena tidak membeli lebih banyak produk pertanian AS. Trump mengklaim bahwa China telah setuju untuk melakukannya dalam pertemuan bulan lalu, kendati hal tersebut tidak pernah secara resmi dikonfirmasikan oleh pihak China.

Sementara itu, dalam konferensi pers mengenai Laporan Stabilitas Finansial, Gubernur Bank of England (BOE) Mark Carney mulai mencemaskan kemungkinan terjadinya Hard Brexit, yaitu keluarnya Inggris dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apa pun atau non-deal Brexit.

“Jika hal ini terjadi maka perekonomian Inggris bisa melambat bahkan diprediksi akan mengalami resesi.”

Pada November 2018, BOE menyatakan jika Hard Brexit terjadi maka Inggris akan mengalami resesi terburuk sejak Perang Dunia II. Namun, kala itu BOE masih sangat optimistis jika Hard Brexit tidak akan terjadi.

“Dalam konferensi pers tersebut, Carney menyatakan saat ini peluang terjadinya Hard Brexit semakin besar dan akan menimbulkan gangguan masif pada perekonomian Inggris.”

Selanjutnya, sambung Ibrahim, kekhawatiran lain mulai mengemuka dari sisi AS yang berencana melakukan balasan terhadap kebijakan aksi sepihak Prancis yang berencana menerapkan pajak terhadap perusahaan berbasis teknologi informasi.

“Saat ini Presiden AS Donald Trump bertitah untuk dilakukannya investigasi terhadap rencana Perancis tersebut, dengan ancaman pengenaan tarif impor tambahan atau pembatasan dagang lain.”

FAKTOR DOMESTIK

Dari dalam negeri, Ibrahim mengatakan, naiknya harga minyak mentah ke level US$60,59 per barel pada Jumat (12/7/2019), dapat berdampak negatif bagi pasar keuangan domestik meskipun dalam skala kecil. Pasalnya, sentimen positif kuat dari The Fed yang sedang menaungi pasar modal.

Menurut Ibrahim, harga minyak mentah dapat berpengaruh di pasar keuangan Indonesia karena faktor tersebut sangat diperhatikan investor terkait dengan posisi Indonesia sebagai importir bersih minyak mentah.

“Alhasil naik-turunnya emas hitam dapat berpengaruh pada APBN, neraca dagang, dan nilai tukar rupiah di pasaran,” katanya.

Sementara itu, Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Desrty Damayanti sebagai calon Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI). Ibrahim menilai, terpilihnya Destry menjadi angin segar bagi rupiah karena Destri pro dengan pasar yang memang saat ini sedang diuji ketahanan ekonomi Indonesia selepas The Fed akan menurunkan suku bunga acuan di akhir bulan ini.

Berkaca pada faktor-faktor tersebut, Ibrahim memperkirakan rupiah pada perdagangan Senin (15/7/2019), masih akan menguat tipis di kisaran Rp13.980 - Rp14.040 per dolar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dika Irawan
Editor : Ana Noviani

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper