Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ringkasan Perdagangan 11 Juli: IHSG & Rupiah Menguat, Emas Lebih Mahal

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil melanjutkan relinya selama tiga hari berturut-turut sekaligus membukukan level penutupan tertinggi baru sejak 30 April.
Pengunjung melintas di samping papan penunjuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (27/7/2018)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan
Pengunjung melintas di samping papan penunjuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (27/7/2018)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil melanjutkan relinya selama tiga hari berturut-turut sekaligus membukukan level penutupan tertinggi baru sejak 30 April.

Rata-rata indeks saham di Asia pun menguat sejalan dengan apresiasi mayoritas mata uang di kawasan ini, termasuk rupiah, yang didorong pelemahan dolar AS akibat meningkatnya prospek pemangkasan suku bunga oleh The Fed.

 Berikut adalah ringkasan perdagangan di pasar saham, mata uang, dan komoditas yang dirangkum Bisnis.com hari ini, Kamis (11/7/2019):

Saham Perbankan Moncer, IHSG Tambah Kekar di Level 6.400

IHSG berhasil ditutup naik 0,1 persen atau 6,38 poin di level 6.417,07 meskipun sempat goyah dan tergulir ke bawah level 6.400.

Dari 650 saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini, sebanyak 176 saham menguat, 217 saham melemah, dan 257 saham stagnan.

Saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. dan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) yang masing-masing naik 0,89 persen dan 0,42 persen menjadi pendorong utama berlanjutnya penguatan IHSG.

“Dari sisi domestik, pasar masih ditopang oleh saham perbankan serta properti yang cukup sensitif terhadap kebijakan tingkat suku bunga,” papar tim riset Samuel Sekuritas Indonesia.

Prospek Pemangkasan Suku Bunga Dongkrak Pasar Saham Global

Bursa Eropa dan indeks futures Amerika Serikat (AS) kompak menguat bersama bursa Asia di tengah optimisme soal prospek pemangkasan suku bunga oleh The Fed.

Dalam testimoninya di depan DPR AS pada Rabu (10/7/2019), Gubernur Federal Reserve Jerome Powell mengisyaratkan kesiapan bank sentral AS ini untuk menurunkan suku bunga karena perlambatan ekonomi global dan masalah perdagangan.

Mayoritas indeks saham di Asia pun menguat, dipimpin bursa saham Korea Selatan dan Hong Kong sejalan dengan apresiasi rata-rata mata uang di Asia yang terdorong pelemahan dolar AS.

Rupiah Ditutup Menguat

Nilai tukar rupiah berakhir menguat 65 poin atau 0,46 persen di level Rp14.067 per dolar AS, di tengah penguatan mayoritas mata uang Asia terhadap dolar AS.

Sementara itu, indeks dolar AS lanjut melemah 0,236 poin atau 0,24 persen ke posisi 96,868, menuju penurunan hari kedua berturut-turut.

FX Strategist Anz Singapura Irene Cheung mengatakan bahwa pelemahan dolar AS akibat komentar dovish Gubernur The Fed Jerome Powell di House Financial Services Committee menjadi kabar gembira bagi pergerakan mata uang Asia pada perdagangan kali ini.

Pergerakan Harga Emas

Harga emas Comex untuk kontrak Agustus 2019 terpantau lanjut menguat 8,90 poin atau 0,63 persen ke level US$1.421,40 per troy ounce pukul 18.45 WIB, seiring dengan pelemahan dolar AS yang mengangkat prospek permintaan aset ini.

Harga emas naik setelah bank sentral Federal Reserve Amerika Serikat (AS) mengindikasikan siap memangkas suku bunga acuan untuk pertama kalinya dalam satu dekade di tengah perlambatan ekonomi global.

Di dalam negeri, harga emas batangan Antam berdasarkan daftar harga emas untuk Butik LM Pulogadung Jakarta naik tajam sebesar Rp12.000 menjadi Rp711.000 per gram. Harga pembelian kembali atau buyback emas Antam pun naik Rp12.000 menjadi Rp640.000 per gram.

Harga Karet Tertekan Kekhawatiran Suplai, Minyak Jadi Katalis

Harga karet di Tokyo hanya mampu berakhir stagnan, sedangkan harga karet di Shanghai rebound tipis di tengah berlanjutnya kekhawatiran soal permintaan dan suplai berlimpah.

Kekhawatiran atas dampak melambatnya pertumbuhan global dari perang dagang AS-China dan jumlah pasokan yang lebih besar setelah dimulainya musim penyadapan karet adalah alasan yang mendasari penurunan ini.

Dalam hal permintaan, Bloomberg Intelligence mengatakan harapan pemulihan laba sektor otomotif untuk paruh kedua kecil kemungkinan akan terjadi mengingat penjualan di Uni Eropa yang lesu pada paruh pertama, penurunan volume penjualan di China, dan ketidakpastian tentang uji emisi baru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper