Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investor Khawatir Permintaan Lesu, Harga Minyak Melemah

Berdasarkan data Bloomberg, hingga pukul 10:36 WIB, harga minyak mentah West Texas Intermediate melemah 0,40% atau 0,23 poin ke posisi US$57,43 per barel, sedangkan harga minyak mentah Brent melemah 0,36% atau 0,23 poin ke posisi US$63,88 per barel.

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak dunia turun pada perdagangan Selasa (9/7/2019), setelah tanda-tanda terbaru bahwa sengketa perdagangan internasional telah menyeret perekonomian global, kendati ketegangan di Timur Tengah mendukung harga untuk menguat.

Berdasarkan data Bloomberg, hingga pukul 10:36 WIB, harga minyak mentah West Texas Intermediate melemah 0,40% atau 0,23 poin ke posisi US$57,43 per barel, sedangkan harga minyak mentah Brent melemah 0,36% atau 0,23 poin ke posisi US$63,88 per barel.

Seperti dilansir dari Reuters, harga minyak mentah tengah ditekan oleh kecemasan terkait permintaan, karena perang dagang Amerika Serikat dan China menuju tahun kedua sehingga hal tersebut mengurangi prospek pertumbuhan ekonomi global.

Sementara itu, pesanan mesin inti Jepang dilaporkan turun paling banyak dalam 8 bulan terakhir, sebagai tanda ketegangan perdagangan global berdampak pada investasi korporasi.

Angka pemerintah Jepang, Selasa (9/7/2019), juga menunjukkan, upah riil di negara tersebut turun selama 5 bulan berturu-turut.

“Perang perdagangan yang berkepanjangan, sepertinya tidak mendekati solusi, dan hal itu akan tetap menjadi faktor negatif bagi harga minyak mentah karena berdampak pada perkiraan pertumbuhan global,” kata Alfonso Esparza, analis senior pasar di OANDA, Toronto.

Sementara itu, Goldman Sachs memproyeksikan, pertumbuhan produksi minyak serpih AS kemungkinan akan melampaui permintaan global setidaknya sampai 2020. Hal itu membatasi kenaikan harga minyak meskipun ada pembatasan produksi oleh OPEC.

Di sisi lain, sejumlah analis dan trader memperkirakan, harga minyak masih rentan terhadap guncangan dari ketegangan yang berkepanjangan di Timur Tengah.

Iran pada awal pekan ini mengancam untuk memulai kembali sentrifugal yang dinonaktifkan, dan meningkatkan pengayaan uranium menjadi 20% dalam suatu langkah. Rencana itu mengancam perjanjian nuklir 2015 yang ditinggalkan Washington tahun lalu.

Washington telah memberlakukan sanksi yang menghilangkan manfaat yang seharusnya diterima Iran sebagai imbalan atas persetujuan untuk mengekang program nuklirnya berdasarkan kesepakatan 2015 dengan kekuatan dunia.

Konfrontasi telah membawa Amerika Serikat dan Iran hampir mengalami konflik. Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump membatalkan serangan udara ke wilayah Iran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dika Irawan
Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper