Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Batu Bara Diperkirakan Dalam Tekanan, ini Alasannya

Komoditas batu bara diperkirakan memasuki masa suram dalam beberapa tahun mendatang. Namun, masih ada harapan bagi batu bara untuk menguat.
Petugas mengawasi proses penimbunan batu bara di Tambang Air Laya, Tanjung Enim, Sumatra Selatan, Minggu (3/3/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan
Petugas mengawasi proses penimbunan batu bara di Tambang Air Laya, Tanjung Enim, Sumatra Selatan, Minggu (3/3/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA – Komoditas batu bara diperkirakan memasuki masa suram dalam beberapa tahun mendatang. Namun, masih ada harapan bagi batu bara untuk menguat.

Analis Asia Trade Point Futures ata AsiaTradeFX Deddy Yusuf Siregar memperkirakan, tren batu bara masih bearish dalam beberapa tahun mendatang, mengingat negara-negara di kawasan Amerika dan Eropa mulai beralih ke energi terbarukan, dan mereka meninggalkan batu bara.

“Saya kira dampaknya tentu akan negatif bagi harga batu bara. Dalam jangka panjang kondisi ini tidak baik. Saya nilai tahun ini dan ke depan batu bara sulit keluar dari tekanan,” katanya kepada Bisnis, Minggu (7/6/2019).

Berdasarkan catatannya pada tahun lalu konsumsi batu bara mengambil porsi sebsar 27,2% dari seluruh konsumsi energi primer global. Menurutnya, batu bara berada di angka 30%, hal itu menunjukkan permintaan batu bara mulai melemah.

Selain tren penggunaan energi terbarukan, batu bara juga menghadapi sentimen negatif dari pelemahan ekonomi global. Hal itu ditandai dengan melambatnya perekonomian China, yang juga konsumen batu bara terbesar di dunia. Akibatnya, ketika perekonomian mereka mengalami perlambatan, maka berdampak pada berkurangnya permintaan terhadap batu bara.

Meskipun begitu, Deddy melihat masih ada asa bagi batu bara untuk terus bertahan. Beberapa negara di kawasan Afrika dan Asia masih memiliki ketergantungan terhadap batu bara. Sementara permintaan dari kawasan Eropa dan Amerika diperkirakan akan terus turun.

“China lagi memaksimalkan tambang mereka. Kebijakan China sendiri membatasi impor untuk memaksimalkan hal tersebut. Ke depan kalau masing-masing memenuhi komoditas sendiri, mungkin saja potensi batu bara semakin suram,” katanya.

Harapan lainnya ada pada energi terbarukan itu sendiri. Menurut Deddy, meski energi tersebut mulai dirilik sejumlah negara maju, tetapi penggunaannya masih terbatas. Hal ini lantaran ongkos penggunaan energi terbarukan tidak murah. Dampaknya beberapa negara berkembang masih belum mau melepaskan ketergantungannya pada batu bara.

“Untuk jangka pendek dan menengah [batu bara masih diminati],” katanya.

Selain itu, pemulihan ekonomi dari perang dagang Amerika Serikat dan China. Deddy mengatakan, sinyal positif dari perundingan dagang belakangan ini antara China dan Amerika, usai pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping. Hal itu memberikan sinyal terwujudnya rekonsiliasi dagang dua raksasa eknomi dunai tersebut

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dika Irawan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper