Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Reli Dinilai Telah Berlebihan, Bijih Besi Mulai Terkoreksi

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Kamis (4/7/2019) hingga pukul 14.00 WIB, harga bijih besi di bursa Dalian melemah 2,33% menjadi 881 yuan per ton. Sementara itu, harga bijih besi di bursa Singapura bergerak melemah 3,97% menjadi US$113,34 per ton.

Bisnis.com, JAKARTA - Reli penguatan yang masih dialami oleh bijih besi dinilai analis telah terputus dari sentimen fundamentalnya dan harga mulai terkoreksi pada perdagangan Kamis (4/7/2019) setelah diperdagangkan di atas level US$120 per ton.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Kamis (4/7/2019) hingga pukul 14.00 WIB, harga bijih besi di bursa Dalian melemah 2,33% menjadi 881 yuan per ton. Sementara itu, harga bijih besi di bursa Singapura bergerak melemah 3,97% menjadi US$113,34 per ton.

Pada perdagangan Rabu (3/7/2019) bijih besi sempat berada di level US$127,15 per ton, merupakan level tertinggi sejak 2014. Harga bijih besi telah menguat sepanjang pekan lalu sehingga menjadi kinerja penguatan terbaik sejak 2017 setelah melonjak sebanyak 18% sepanjang Juni lalu.

Reli bahan baku pembuat baja ini telah begitu kuat sehingga memicu peringatan bahwa harga telah melampaui sentimen fundamentalnya dan kemungkinan akan segera mengalami koreksi.

Analis Senior CRU Group Erik Hedborg mengatakan bahwa pasokan global bijih besi telah berangsur membaik di tengah eskpektasi adanya penurunan permintaan baja di China pada paruh kedua tahun ini.

"Pasokan bijih besi semakin terlihat cukup baik, dengan pengecualian pasokan dari Rio Tinto," ujar Erik seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (4/7/2019).

Seperti diketahui, perusahaan produsen baja bijih asal Australia, Rio Tinto, telah memangkas pedoman produksi akibat masalah operasional. Namun demikian, Erik menilai ekspor bijih besi dari Australia pada Juni diproyeksikan akan tumbuh kuat karena beberapa penambang tengah gencar berekspansi.

Di Brasil pun, Vale, salah satu penambang terbesar yang sempat memberhentikan beberapa tambangnya, kini telah memulai kembali operasional tambang Brucutu.

Selain itu, menurut Sanford C. Bernstein & Co, penambang terbesar termasuk BHP Group diperkirakan telah mengirim 285,5 juta ton pada kuartal kedua, meningkat 8,1% dibandingkan dengan periode Januari-Maret.

Pasokan yang berangsur pulih juga tercermin di Australia, di mana ekspor dari Pelabuhan Hedland, gerbang maritim utama dalam pengirim teratas, mencatat rekor pada Mei lalu. 

Adapun, bijih besi telah meroket tahun ini, mencapai level tertinggi dalam lebih dari 5 tahun. Hal tersebut diakibatkan oleh bencana bendungan di tambang milik Vale, Brasil dan cuaca buruk di Australia yang membatasi pengiriman tepat saat permintaan baja China meningkat.

Di Dalian Commodity Exchange, harga telah melonjak lebih dari 80% tahun ini, sedangkan di bursa Singapura naik tajam 69,29%. Akibat reli yang dinilai sudah berlebihan, beberapa analis mengekspektasikan adanya penurunan harga pada semester kedua tahun ini dan berlanjut hingga awal 2020. 

Dalam proyeksi pasar global terbarunya, Departemen Perindustrian, Inovasi, dan Sains Australia juga memperkirakan bahwa harga bijih besi melalui perdagangan free on-board akan turun menjadi US$61,40 per ton pada 2020.

Morgan Stanley pun memperkirakan penurunan bertahap terhadap harga bijih besi dan kembali ke level US$90 per ton pada kuartal IV/2019.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper