Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Upaya China Kurangi Polusi Buat Harga Baja Sentuh Level Tertinggi

Harga baja di bursa Shanghai berhasil naik ke level tertingginya dalam 7 bulan terakhir pada perdagangan Selasa (25/6/2019) dipicu oleh kekhawatiran pasar adanya tekanan pada pasokan seiring dengan pembatasan produksi di salah satu kota produsen baja utama China, Tangshan.

Bisnis.com, JAKARTA - Harga baja di bursa Shanghai berhasil naik ke level tertingginya dalam 7 bulan terakhir pada perdagangan Selasa (25/6/2019) dipicu oleh kekhawatiran pasar adanya tekanan pada pasokan seiring dengan pembatasan produksi di salah satu kota produsen baja utama China, Tangshan.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Selasa (25/6/2019) harga baja rebar untuk kontrak Oktober 2019 di bursa Shanghai menguat 1,43% membawa baja ke level 3.964 yuan per ton, menjadi level tertingginya. Namun, sepanjang tahun berjalan harga melemah 1,06%.

Sementara itu, harga hot-rolled coil di bursa Shanghai menguat 1,4% menjadi 3.903 yuan per ton. Secara year to date harga menguat 1,9%.

Analis Commonwealth Bank of Australia Vivek Dhar mengatakan bahwa pengumuman pemerintah Tangshan untuk melanjutkan pembatasan produksi baja telah membantu harga melonjak tinggi sehingga hal tersebut juga akan berdampak pada margin pabrik.

"Kendati demikian, pembatasan produksi juga akan membebani permintaan fisik untuk bijih besi," ujar Vivek Dhar seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (25/6/2019).

Sebagai informasi, pemerintah kota Tangshan meminta pabrik baja untuk memperpanjang pembatasan kapasitas produksi hingga akhir Juli sebagai upaya untuk mengurangi polusi udara, mendukung kebijakan lingkungan atau antipolusi terbaru dari China.

Pemerintah kota penghasil baja terbesar di China tersebut memerintahkan beberapa pabrik baja untuk mengurangi 20% hingga 50% dari kapasitas produksi bajanya sehingga membuat pasar khawatir hal tersebut akan menghasilkan gangguan dalam pasokan.

Adapun, Pemerintah China telah mendorong kota-kota di wilayah utara yang rawan kabut asap untuk menerapkan pembatasan emisi khusus mulai dari Oktober 2018 hingga Maret 2019.

Meskipun demikian, tingkat polusi udara nasional China tercatat masih naik 5,2% dalam 2 bulan pertama di 2019. Tidak hanya itu, pemerintah juga mencatat PM2,5 atau partikel debu yang lebih kecil dari 2,5 mikrometer pun meningkat dan berpotensi menimbulkan gangguan paru-paru. 

Berdasarkan laporan dari Kementerian Ekologi dan Lingkungan China, hanya 83 kota dari 337 kota di China yang mencapai standar nasional sebesar 35 mikrogram. Tingkat PM2,5 dari Provinsi Hebei telah melojak 24% pada Januari-Februari 2019 dengan rata-rata mencapai 108 mikrogram.

Kota Tangshan pun semakin gencar untuk memperbaiki kualitas udaranya setelah dinobatkan sebagai kota yang gagal untuk memenuhi target penurunan tingkat polusi udara pada 2018 bersama dengan 14 kota lainnya dari provinsi yang sama yaitu, Hebei.

Di sisi lain, berdasarkan data World Steel Association, produksi baja mentah China untuk periode Mei 2019 mencapai 89,1 juta ton, meningkat 10% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Secara keseluruhan, produksi baja mentah dari 64 negara yang melapor kepada World Steel Association mencapai 162,7 juta ton, naik 5,4% dibandingkan dengan Mei tahun lalu.

Selain itu, investor juga akan memantau pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G20 di Jepang pada akhir pekan ini. Pasar berharap pertemuan tersebut dapat menghasilkan perkembangan yang positif dari perang dagang yang terjadi berlarut-larut.

Pasalnya, perang dagang antara kedua negara dengan ekonomi terbesar di dunia tersebut telah membebani pertumbuhan ekonomi global sehingga memberi tekanan pada jumlah permintaan.

Mengutip riset Morgan Stanley, pihaknya lebih memilih baja dan semen China jika ketegangan perdagangan AS dan China akan terus berlanjut.

"Hal tersebut dikarenakan semakin besar potensi pemerintah China untuk mengeluarkan banyak stimulus untuk mengimbangi dampak negatif dari sengketa perdagangan," tulis Morgan Stanley seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (25/6/2019).

Perusahaan keuangan tersebut memperkirakan adanya kenaikan pada permintaan baja sepanjang 2019 sebesar 2% hingga 3%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper