Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bertengger di Zona Hijau, Kinerja IHSG Belum Memuaskan?

Kinerja Indeks harga saham gabungan (IHSG) terpantau di zona hijau secara year to date. Namun, dibandingkan dengan kawasan Asia dan Asean lainnya, kinerja IHSG hanya lebih baik satu peringkat di atas bursa Malaysia.
Karyawan melintas di dekat layar penunjuk pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Rabu (12/6/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan
Karyawan melintas di dekat layar penunjuk pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Rabu (12/6/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA—Kinerja Indeks harga saham gabungan (IHSG) terpantau di zona hijau secara year to date. Namun, dibandingkan dengan kawasan Asia lainnya, kinerja IHSG hanya lebih baik satu peringkat di atas bursa Malaysia.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, IHSG tumbuh 1,01% secara year to date dan mendarat di peringkat 5 dari 6 negara Asean dan peringkat 12 dari 13 negara Asia Pasifik. Bursa Malaysia masih memerah 2,24%.

Kinerja cemerlang masih dicatatkan oleh bursa Australia disusul China di peringkat pertama dan kedua. Secara berurutan, masing-masing naik 938.53 poin dan 396,26 poin dengan perumbuhan 16,44% dan 15,89% (year to date).

 Analis Reliance Sekuritas Kornelis Wicaksono mengatakan, secara domestik Indonesia masih ada ketidakpasian politik terkait pemilihan presiden.

Menurutnya, para pelaku pasar baik domestik ataupun asing semua menahan diri dengan tidak membuat keputusan investasi jangka panjang, menunggu proses pemilihan umum selesai hingga keputusan MK.

Selain di Indonesia, terdapat dua negara lain di regional yang menyelenggarakan pemilu yaitu pemilihan perdana menteri di Thailand dan pemilihan legislatif di Filipina.

Meskipun demikian, kedua negara tersebut terlihat memiliki kenaikan indeks saham lebih tinggi dari Indonesia. Hal tersebut diperkirakan karena data-data makroekonomi Indonesia yang kurang mendukung seperti defisit neraca perdagangan Indonesia yang masih besar.

“Gabungan dua faktor tersebut membuat bursa saham Indonesia kurang greget pada semester satu ini jika dibandingkan dengan bursa di kawasan,” katanya Selasa (18/6/2019).

Sementara itu, kinerja IHSG yang lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Malaysia sepanjang 2018 dan kuartal I/2019 yang di bawah ekspektasi.

Analis Panin Sekuritas William Hartanto mengatakan kinerja bursa Malaysia terbebani oleh penurunan Crude Palm Oil (minyak sawit mentah).

Untuk IHSG, sambung dia,  masih belum bisa menembus level tertingginya tahun lalu. Di sisi lain negara lain indeks pasarnya bertambah tinggi dan menyebabkan IHSG tertinggal.

Menurutnya, IHSG masih bisa melaju hingga level 6.800 – 7.000 pada akhir tahun ini. Keyakinan itu lantaran sentimen perang dagang semakin kecil perannya, sehingga pelaku pasar mulai terlihat jenuh, yang  diikuti indeks pasar negara yang berkaitan  masih bertumbuh.

Kepala riset Samuel Sekuritas Suria Dharma menyebutkan dibandingkan tahun lalu, Indonesia turun 2,5% tetapi secara performanya masih terbaik ke-2 setelah India. Saat itu di Asia yang lebih baik hanya India.

Namun, tahun ini Indonesia masih bisa mendongkrak kinerja pada semester II/2019 dengan sejumlah katalis seperti kepastian hasil keputusan sidang MK berkaitan denvan pilpres yang akan diikuti dengan pembentukan susunan kabinet.

Kemudian, The Fed yang berpeluang memangkas suku bunga pada Juli, bahkan menurut konsensus setidaknya akan aada 2—3 kali penurunan suku bunga, serta rilisnya kinerja keuangan emiten yang diharapkkan juga positif.

Sementara itu, Senior Vice President Royal Investium Sekuritas Janson Nasrial mengatakan, target IHSG di level 6.800 tidak berubah.

Dia mengungkapkan, turunnya suku bunga BI memberikan katalis positif bagi sektor yang sensitif suku bunga seperti otomotif, bank, dan perbankan. Apalagi, sektor otomotif dan perbankan bobotnya cukup besar pada IHSG sehingga apabila kenaikan kedua sektor itu juga mengerek IHSG.

Selain itu rendahnya inflasi dalam negeri pada kisaran 3,2%, merupakan yang terendah sejak 2011 dan masih membantu daya beli masyarakat.

Peningkatan yang lebih baik juga terdorong dengan masih kecilnya porsi kepemilikan asing di pasar saham di tengah2 naiknya credit rating indonesia ke BBB (di atas India).

"Ini masih tahun berjalan memang ytd, IHSG enggak bagus, dengan account deficit melebar di kuartal I/2019 [2.6% to gdp] dibanding kuartal II/2018 [2.1% to gdp] karena meningkatnya impor minyak. Namun, akhir tahun IHSG masih bisa memberikan return positif,” tekannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper