Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Banjir di Sulawesi Dorong Harga Nikel Capai Level Tertingginya

Harga nikel berhasil melonjak ke level tertingginya dalam dua pekan terakhir pada perdagangan Jumat (14/6/2019) di tengah kekhawatiran bahwa pasokan logam dari produsen utama Indonesia akan terganggu akibat banjir telah berdampak terhadap beberapa tambang nikel.
Pekerja mengeluarkan biji nikel dari tanur dalam proses furnace di smelter PT. Vale Indonesia di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Sabtu (30/3/2019)./ANTARA-Basri Marzuki
Pekerja mengeluarkan biji nikel dari tanur dalam proses furnace di smelter PT. Vale Indonesia di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Sabtu (30/3/2019)./ANTARA-Basri Marzuki

Bisnis.com, JAKARTA – Harga nikel berhasil melonjak ke level tertingginya dalam dua pekan terakhir pada perdagangan Jumat (14/6/2019) di tengah kekhawatiran bahwa pasokan logam dari produsen utama Indonesia akan terganggu akibat banjir telah berdampak terhadap beberapa tambang nikel.


Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Jumat (14/6/2019), harga patokan nikel di bursa London Metal Exchange (LME) berhasil naik sebanyak 1,9%, menjadi kenaikan tertinggi dalam dua pekan di level US$12.065 per ton. Walaupun demikian, pada penutupan perdagangan harga ditutup di level US$11.945 per ton.

 
Mengutip Reuters, banjir yang meluas hingga ke wilayah pertambangan nikel di Sulawesi telah memicu kekhawatiran pasar terhadal gangguan pasokan nikel dari Indonesia, produsen dan pengekspor utama nikel dan sumber pasokan utama untuk industri baja nirkarat Tiongkok.


"Sentimen ini menekan juga menekan harga nikel untuk kontrak Juli 2019 di bursa Shanghai," ujar seorang analis nikel yang berbasis di China seperti dikutip dari Reuters, Minggu (16/6/2019).
 
Sementara itu, stok nikel di gudang yang dilacak oleh Shanghai Futures Exchange berkode NI-STX-SGH pada perdagangan Jumat (14/6/2019) melonjak 52,6% dari dua minggu sebelumnya menjadi 5.835 ton.
 
Di sisi lain, sebagian besar logam industri lainnya turun setelah China merilis data yang menunjukkan pertumbuhan output industri periode Mei melambat ke level lebih rendah selama 17 tahun.


Output industri China hanya tumbuh 5% secara year on year, jauh di bawah konsesus pasar yang memprediksi pertumbuhan sebesar 5,5%.

Akibatnya, prospek pergerakan harga tembaga pun semakin buruk di tengah ekspetasi pasar bahwa adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi yang akan mempengaruhi tingkat permintaan tembaga, mengingat China sebagai negara konsumen logam terbesar di dunia.


Analis SP Angel John Meyer mengatakan bahwa perang dagang antara AS dan China yang masih berlangsung dan belum memberikan sinyal akan segera berakhir dalam waktu dekat semakin membebani pergerakan harga tembaga.

“Kami mengharapkan perselisihan diselesaikan pada Juli, tetapi ada banyak sikap politik dari kedua negara dan sekarang tampaknya akan berlanjut hingga September,” ujar John Meyer seperti dikutip dari Reuters, Minggu (16/6/2019).

Bahkan, dia mengatakan bahwa tekanan pada rantai pasokan tampaknya tidak akan memberi banyak bantuan untuk pergerakan tembaga. 

Sebagai informasi, serikat pekerja di salah satu tambang tembaga terbesar di dunia milik Codelco, yaitu Chuquicamata di Chili sepakat akan keluar dari pekerjaannya pada akhir pekan lalu setelah gagal mencapai kesepakatan kerja dengan Codelco.

Pemberhentian pekerjaan tersebut akan secara otomatis menganggu produksi tambang sehingga menekan jumlah pasokan. 

Adapun, pada penutupan perdagangan Jumat (14/6/2019) tembaga di bursa London berada di level US$5.822 per ton melemah 0,61%. Sepanjang tahun berjalan harga tembaga bergerak melemah 3,07%

Pergerakan nilai tukar dolar AS yang lebih kuat dalam perdagangan akhir pekan juga semakin menggerogoti harga komoditas, terutama yang berdenominasi dolar AS karena menjadi lebih mahal bagi importir dalam mata uang lain, yang juga dapat melemahkan permintaan.

Indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan beberapa mata uang mayor lainnya bergerak menguat 0,58% menjadi 97,572.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper