Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tarif Barang Meksiko Bebani Bursa Asia, IHSG Terlindungi PMI Manufaktur

Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat hampir 1 persen pada akhir sesi I perdagangan hari ini, Jumat (31/5/2019).
Karyawan melintas di dekat papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (27/5/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Karyawan melintas di dekat papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (27/5/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat hampir 1 persen pada akhir sesi I perdagangan hari ini, Jumat (31/5/2019).

Berdasarkan data Bloomberg, IHSG menguat 0,92 persen atau 55,96 poin ke level 6.160,07 pada akhir sesi I dari level penutupan perdagangan sebelumnya. Pada perdagangan Rabu (29/5), IHSG ditutup menanjak 1,18 persen atau 70,96 poin di level 6.104,11.

Indeks mulai melanjutkan penguatannya dengan dibuka naik 0,11 persen atau 6,41 poin di posisi 6.110,52. Sepanjang perdagangan hari ini, IHSG bergerak di level 6.110,48 – 6.190,54.

Indeks Manufaktur Indonesia pada Mei 2019 naik ke posisi tertingginya dalam sembilan bulan. Data ini menunjukkan terus membaiknya kondisi bisnis yang dihadapi oleh pelaku manufaktur Indonesia pada pertengahan menuju triwulan kedua.

Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis Nikkei berada di level 51,6 pada Mei 2019, dibandingkan dengan realisasi pada April 2019 sebesar 50,4. Indeks di atas 50 menunjukkan sektor manufaktur bergerak ekspansif, sedangkan angka di bawah 50 menunjukkan kontraksi.

Bernard Aw, Kepala Ekonom di IHS Markit, mengatakan kondisi permintaan yang semakin kuat mendorong kenaikan penumpukan pekerjaan untuk pertama kalinya dalam lima tahun, sehingga menunjukkan bahwa perusahaan mungkin akan terus meningkatkan produksi pada bulan-bulan mendatang.

“Kenaikan yang berlanjut ini juga meningkatkan kepercayaan diri di antara pelaku manufaktur Indonesia,” paparnya, Kamis (31/5/2019).

Delapan dari sembilan sektor menetap di zona hijau, dipimpin sektor infrastruktur (+1,85 persen) dan finansial (+1,54 persen). Adapun sektor industri dasar turun 1,17 persen.

Sebanyak 240 saham menguat, 124 saham melemah, dan 269 saham stagnan dari 633 saham yang diperdagangkan.

Saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) dan PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) yang masing-masing naik 3,05 persen dan 3,44 persen menjadi pendorong utama penguatan IHSG siang ini.

Namun, indeks saham lainnya di Asia bergerak cenderung tertekan. Indeks Topix dan Nikkei 225 Jepang masing-masing melemah 0,70 persen dan 0,85 persen, sedangkan indeks Hang Seng Hong Kong turun tipis 0,19 persen pada pukul 11.40 WIB.

Di China, dua indeks saham utamanya Shanghai Composite dan CSI 300 masing-masing naik tipis 0,01 persen dan 0,06 persen. Adapun indeks Kospi Korea Selatan naik 0,25 persen.

Dilansir Reuters, pasar saham global tergelincir setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump melancarkan ancaman tarif terhadap terhadap Meksiko. Langkah ini berisiko menjungkalkan ekonomi Amerika Serikat, dan mungkin seluruh dunia, ke dalam resesi.

Pemerintah AS akan mengenakan tarif 5 persen mulai 10 Juni, yang secara bertahap terus meningkat menjadi 25 persen hingga imigrasi ilegal melintasi perbatasan selatan dihentikan. Hal ini diumumkan sendiri oleh Trump di Twitter pada Kamis (30/5/2019) malam waktu setempat.

Sentimen pasar semakin keruh ketika data aktivitas manufaktur China untuk Mei terlihat mengecewakan, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas langkah-langkah stimulus pemerintah China.

“Trump telah memberi isyarat melalui Twitter pagi ini bahwa pola pikirnya bergeser semakin jauh dari mencapai kesepakatan perdagangan,” ujar Eleanor Creagh, pakar strategi di Saxo Capital Markets Australia.

“Tampaknya para pelaku pasar kini akhirnya menyadari bahwa narasi pemulihan pada paruh kedua 2019 menghilang dengan cepat. Karena meningkatnya ketegangan perdagangan di seluruh dunia menyebabkan ekspektasi pertumbuhan dikalibrasi ulang, risiko sentimen akan tetap ada dan volatilitas akan meningkat,” lanjutnya menjelaskan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rustam Agus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper