Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

VIRUS DEMAM BABI AFRIKA : Filipina Hati-Hati Impor, Indonesia Genjot Ekspor Babi

Filipina tengah mempertimbangkan larangan untuk mengimpor hewan ternak selama 5 bulan untuk melindungi industri lokal dari demam babi Afrika yang menyebar di beberapa negara Asia.
Peternakan babi/Istimewa
Peternakan babi/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Filipina tengah mempertimbangkan larangan untuk mengimpor hewan ternak selama 5 bulan untuk melindungi industri lokal dari demam babi Afrika yang menyebar di beberapa negara Asia.

Dikutip dari Bloomberg, Sekretaris Pertanian Filipina Emmanuel Piñol mengatakan di tengah krisis impor daging babi dari China, pihaknya akan meningkatkan sektor pertanian agar dapat mengambil keuntungan dari krisis tersebut.

Dia menuturkan pihaknya akan meningkatkan produksi pakan untuk babi lokal dan peternak unggas, serta akan memperluas area pertanian untuk petani jagung dan sorgum sebesar 100.000 hektar setiap tahun.

Adapun, Pemerintah Filipina memperkirakan output tambahan sebanyak 600.000 metrik ton atau senilai 9,1 miliar peso untuk jagung dan 400.000 metrik ton atau senilai 6 miliar peso untuk sorgum dari perluasan lahan pertanian tersebut.

Seperti diketahui, terdapat penyebaran virus demam Afrika yang menginfeksi hewan ternak, khususnya babi.

Berdasarkan laporan Food & Agriculture Organization, sekitar 20% cadangan babi di China mungkin telah dimusnahkan dalam beberapa bulan pertama 2019 di tengah kekhawatiran virus demam Afrika yang menyebar ke ternak babi lebih cepat.

Produksi babi China juga diprediksi turun menjadi 134 juta ekor atau 20% pada 2019.

"Sementara sumber resmi mengkonfirmasi penyebaran penyakit lebih cepat daripada yang diperkirakan saat ini, pemusnahan yang tidak rasional atas induk di peternakan pada Februari, mengurangi kapasitas produksi inti sektor ini," tulis Food & Agriculture Organization dalam laporannya seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (30/5/2019).

Sejak kasus pertama dilaporkan Agustus lalu, 130 wabah telah terdeteksi di 32 provinsi dan kota di China.

Selain itu, Vietnam juga telah memusnahkan lebih dari 1,7 juta babi yang terinfeksi virus demam babi Afrika.

Berdasarkan data Pemerintah Vietnam, sekitar 5 persen dari populasi babi Vietnam telah dimusnahkan seiring dengan jumlah provinsi dan kota yang tercemar meningkat menjadi 42.

Dalam perkembangan selanjutnya, Perdana Menteri Korea Selatan Lee Nak-yon mengatakan melalui akun twitternya bahwa demam babi Afrika tampaknya telah menyebar di Korea Utara.

Lee pun menyerukan karantina yang kuat untuk mencegah penyakit memasuki Korea Selatan melalui babi hutan di dekat perbatasan.

Di sisi lain, Indonesia justru berencana memanfaatkan kondisi krisis pasokan babi di beberapa wilayah Asia akibat virus tersebut dengan mengekspor daging babi.

Direktur Pemasaran dan Pengolahan Produk Ternak Kementerian Pertanian Fini Murfiani mengatakan bahwa dalam empat tahun terakhir, Indonesia mengalami pertumbuhan dalam kawanan babi lokal sehingga terdapat surplus daging babi yang tersedia untuk diekspor di tengah virus mematikan yang menghancurkan populasi babi di China dan Vietnam.

Fini mengatakan terdapat peluang besar untuk memperluas pengiriman babi ke negara tersebut serta ke Kamboja dan Myanmar.

“Pemerintah terus mendorong bisnis untuk berekspansi ke pasar di luar Singapura, wabah demam babi memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk mengisi pasar,” ujar Fini seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (30/5/2019).

Berdasarkan data Kementerian Pertanian Indonesia, kawanan babi lokal telah berkembang 10 persen dalam empat tahun terakhir menjadi 8,5 juta ekor.

Fini memprediksi ekspor babi tahun ini akan meningkat dibandingkan dengan sekitar 28.000 ton pada tahun lalu.

Indonesia ingin bergabung dengan negara lain termasuk Kanada dalam meningkatkan penjualan babinya ke China. Tercatat, ekspor daging babi Kanada ke China melonjak 80 persen pada Maret.

Pada perdagangan berjangka Rabu (29/5/2019), harga babi untuk kontrak Juli 2019 di bursa CME ditutup terapresiasi 2,45 persen atau naik 2,1 poin menjadi US$87,8 per pon. Sepanjang tahun berjalan, harga telah bergerak naik 39,73%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper