Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Masih Kokoh di Zona Hijau, Terapresiasi 23 Poin

Rupiah masih melanjutkan penguatan pada perdagangan Jumat (24/5/2019), didorong oleh melemahnya dolar AS.
Karyawan memegang mata uang rupiah di gerai penukaran mata uang asing Ayu Masagung, Kwitang, Jakarta Pusat, Senin (28/1/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan
Karyawan memegang mata uang rupiah di gerai penukaran mata uang asing Ayu Masagung, Kwitang, Jakarta Pusat, Senin (28/1/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA — Rupiah masih melanjutkan penguatan pada perdagangan Jumat (24/5/2019), didorong oleh melemahnya dolar AS.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Jumat (24/5/2019) hingga pukul 11.56 WIB, rupiah masih diperdagangkan di zona hijau, menguat 0,15% atau 23 poin menjadi Rp14.458 per dolar AS. 

Selain itu, rupiah masih memimpin kinerja penguatan mata uang di Asia, berada di posisi ketiga setelah peso dan rupee yang cukup perkasa menaklukkan dolar AS. Mengutip riset harian Asia Trade Point Futures, rupiah masih mempertahankan posisinya meskipun kekhawatiran pasar terkait dengan perang dagang AS dan China kembali meningkat.

"Tampaknya investor mulai percaya diri untuk mengoleksi rupiah seiring dengan melambatnya aktivitas produksi manufaktur AS," tulis Asia Trade Point Futures seperti dikutip dari risetnya, Jumat (24/5/2019).

Pemerintah AS mencatat indeks PMI manufaktur untuk periode Mei lebih rendah dibandingkan dengan ekspetasi pasar, yaitu hanya tumbuh 50,6. Adapun, pada periode sebelumnya indeks PMI manufaktur AS berhasil tumbuh 52,6 sehingga pertumbuhan periode Mei merupakan yang terlemah sejak September 2009.

Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan 6 mata uang mayor lainnya bergerak melemah 0,01% di level 97,85.

Kemudian, mayoritas pasar saat ini tengah fokus terhadap perkembangan terbaru terkait sengketa dagang setelah AS menggelontorkan paket kebijakan senilai US$16 miliar untuk menopang sektor pertanian. Hal tersebut dilakukan AS sebagai langkah antisipatif jika China menghentikan pembelian produk pertanina AS, terutama kedelai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper