Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Trump Beri Harapan, Bursa Asia Bangkit dari Keterpurukan

Bursa Asia rebound dari level terendahnya dalam tiga setengah bulan pada perdagangan pagi ini, Rabu (15/5/2019), setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyampaikan retorika yang membantu meredakan kekhawatiran tentang perang dagang AS-China.
BUrsa Asia/Reuters
BUrsa Asia/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Asia rebound dari level terendahnya dalam tiga setengah bulan pada perdagangan pagi ini, Rabu (15/5/2019), setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyampaikan retorika yang membantu meredakan kekhawatiran tentang perang dagang AS-China.

Berdasarkan data Reuters, indeks MSCI Asia Pacific, selain melacak pergerakan saham Jepang, naik 0,5 persen. Pada perdagangan Selasa (14/5), indeks tersebut telah ambrol ke level terendahnya sejak akhir Januari akibat tertekan eskalasi konflik perdagangan AS-China.

Pada Senin (13/5), pemerintah China mengumumkan rencana untuk memberlakukan kenaikan tarif pada barang-barang asal AS.

Langkah China tersebut merupakan respons dari tindakan Washington yang telah mulai mengenakan tarif tambahan pada impor China pada Jumat (10/5).

Namun, pada Selasa (14/5), Trump mengungkapkan telah berdialog dengan "sangat baik" bersama China. Trump juga menegaskan bahwa perundingan antara dua ekonomi terbesar dunia ini belum runtuh.

Bursa Wall Street di AS pun bereaksi dengan membukukan rebound pada perdagangan Selasa. Bursa saham di Asia pun bangkit dari pelemahannya, didongrak rebound pasar saham China.

“Bursa saham China rebound karena telah oversold dalam beberapa sesi terakhir. Sentimen pasar juga membaik karena Presiden Trump tampaknya menginginkan kompromi,” terang Kota Hirayama, ekonom emerging markets di SMBC Nikko Securities, Tokyo.

Indeks Shanghai Composite naik 1 persen, terlepas dari rilis data indikator ekonomi terkini yang menunjukkan hasil lebih lemah dari perkiraan pada hari ini.

Pertumbuhan dalam output industri China melambat pada bulan April dari level tertingginya dalam empat setengah tahun pada Maret. Sementara itu, peningkatan dalam penjualan ritel meleset dari perkiraan.

“Data terbaru menunjukkan bahwa ekonomi China masih membutuhkan stimulus. Pasar sahamnya dapat mempertahankan pemulihan jika pemerintah mengindikasikan akan terus mendukung perekonomian,” tambah Hirayama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper