Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perang Dagang Berlanjut, Perdagangan Komoditas Carut-marut

Harga komoditas mencatat penurunan mingguan terpanjang tahun ini seiring dengan eskalasi perang dagang antara AS dan China. Analis memperkirakan lebih banyak kerugian bisa terjadi jika perang dagang terus berlanjut.
Perang dagang AS China/istimewa
Perang dagang AS China/istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Harga komoditas mencatat penurunan mingguan terpanjang tahun ini seiring dengan eskalasi perang dagang antara AS dan China. Analis memperkirakan lebih banyak kerugian bisa terjadi jika perang dagang terus berlanjut.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (13/5/2019) pukul 14.56 WIB, indeks komoditas Bloomberg bergerak lebih rendah 0,25% menjadi 78,4646 dan telah bergerak menurun selama 4 pekan berturut-turut.

Adapun, penurunan di bawah level 76,7154 akan menghapus kenaikan tahun ini. Sepanjang tahun berjalan, indeks komoditas Bloomberg telah bergerak menguat 2,27%.

Mengutip riset Commonwealth Bank of Australia, jika perselisahan AS dan China meningkat, pihaknya memperkirakan harga komoditas akan terus melanjutkan pelemahan secara menyeluruh.

Saat ini, tembaga, gandum, dan komoditas andalan pertanian seperti jagung masih melanjutkan penurunan. Bahkan, emas yang dipandang sebagai aset investasi aman juga gagal untuk bergerak menguat.

"Logam menjadi komoditas yang paling rentan, tetapi minyak diperkirakan terkena dampaknya juga," tulis Commonwealth Bank of Australia dalam risetnya, seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (13/5/2019).

Pergerakan harga komoditas berjangka telah diperburuk oleh hubungan dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia yang memburuk. AS kembali memberlakukan tarif impor sebesar 25% untuk barang-barang China senilai US$200 miliar.

Para pejabat AS diprediksi mengumumkan peincian rencana untuk mengenakan tarif 25% pada semua impor yang tersisa dari China sekitar US$300 miliar dalam perdagangan pada Senin (13/5/2019) waktu Amerika. Hingga kini, China masih meramu langkah untuk membalas kebijakan kenaikan tarif oleh AS.

Pembicaraan perdagangan antara Amerika Serikat dan China pun masih akan dilakukan dan keberlanjutan tarif AS akan bergantung pada hasil negosiasi tersebut. AS mengatakan bahwa China memiliki waktu sebulan untuk mengamankan kesepakatan perdagangan atau menghadapi tarif pada semua ekspornya.

Sementara itu, penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow menuturkan, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping kemungkinan akan bertemu pada pertemuan puncak G20 di Jepang pada akhir Juni dan membahas perdagangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper