Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investor Nantikan Perkembangan Sanksi Iran, Minyak Mentah Berfluktuasi

Harga minyak mentah berfluktuasi sepanjang perdagangan kemarin, Senin (29/4/2019), mendekati berlakunya tindakan keras ekspor minyak Iran.
Kilang Minyak/Bloomberg
Kilang Minyak/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah berfluktuasi sepanjang perdagangan kemarin, Senin (29/4/2019), mendekati berlakunya tindakan keras ekspor minyak Iran.

Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni menguat 0,20 poin ke level US$63,50 per barel di New York Mercantile Exchange.

Di sisi lain, minyak Brent untuk kontrak Juni turun 0,11 poin dan ditutup di US$72,04 di ICE Futures Europe exchange yang berbasis di London. Minyak mentah patokan global ini berada pada premi US$8,54 dibandingkan WTI.

Meski melemah, WTI berada di jalur untuk penguatan lebih dari 5 persen sepanjang April. Jika bertahan di atas level tersebut, WTI akan memulai awal terbaiknya sejak tahun 1999.

Dilansir Bloomberg, pengecualian sanksi terhadap Iran oleh AS, yang memungkinkan China dan beberapa pembeli besar lainnya untuk membeli minyak Iran akan berakhir 2 Mei.

Sementara itu, Presiden AS Donald Trump selama akhir pekan memperbaharui seruan terhadap Arab Saudi dan OPEC untuk memompa lebih banyak minyak mentah.

"Ketidakpastian tentang apa yang pada akhirnya akan terjadi dengan sanksi itu menjaga pasar tetap dalam keraguan," kata Gene McGillian, manajer riset pasar di Tradition Energy, seperti dikutip Bloomberg.

"Saudi mengatakan mereka tidak akan segera meningkatkan tingkat produksi dan itu juga menambah ketidakpastian," lanjutnya.

Minyak menyentuh level tertinggi enam bulan pekan lalu setelah Gedung Putih mengumumkan akhir dari pelonggaran sanksi terhadap minyak mentah Iran.

Investor sedang menunggu apakah Arab Saudi akan meningkatkan produksi untuk mengimbangi kekurangan pasokan setelah Trump mengatakan di Twitter bahwa dia telah berbicara dengan pemasok minyak mengenai kenaikan pasokan.

Menteri Energi Saudi Khalid Al-Falih mengatakan pekan lalu bahwa negaranya akan memenuhi kebutuhan pelanggan, tetapi tidak melihat perlunya tanggapan segera terhadap situasi di Iran.

"Presiden AS jelas-jelas bergabung dengan Saudi sebelum memperketat sanksi pada Iran," kata Stephen Brennock, analis di PVM Oil Associates Ltd. di London.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper