Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IHSG Mampu Naik Saat Bursa Asia Terseret Data China

Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu menguat pada akhir sesi I perdagangan hari ini, Selasa (30/4/2019).
Karyawati bearktivitas di samping papan penunjuk pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Jakarta/Bisnis-Felix Jody Kinarwan
Karyawati bearktivitas di samping papan penunjuk pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Jakarta/Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA – Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu menguat pada akhir sesi I perdagangan hari ini, Selasa (30/4/2019).

Berdasarkan data Bloomberg, IHSG menguat 0,21 persen atau 13,57 poin ke level 6.439,47 pada akhir sesi I dari level penutupan perdagangan sebelumnya. Pada perdagangan Senin (29/4), IHSG ditutup menguat 0,39 persen atau 24,81 poin di level 6.425,89.

Indeks mulai melanjutkan penguatannya dengan dibuka naik 0,19 persen atau 12,08 poin di level 6.437,97 pagi tadi. Sepanjang perdagangan hari ini, IHSG bergerak di level 6.437,02 – 6.457,82.

Enam dari sembilan sektor menetap di zona hijau, dipimpin sektor barang konsumsi (+1,28 persen) dan pertanian (+0,90 persen). Tiga sektor lainnya menetap di zona merah, dipimpin sektor infrastruktur yang melemah 0,20 persen.

Sebanyak 189 saham menguat, 187 saham melemah, dan 256 saham stagnan dari 632 saham yang diperdagangkan.

Saham PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP) dan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) yang masing-masing naik 4,84 persen dan 0,70 persen menjadi pendorong utama penguatan IHSG siang ini.

Indeks saham lainnya di kawasan Asia cenderung bergerak negatif siang ini pascarilis data manufaktur China serta menjelang digelarnya rapat kebijakan moneter bank sentral AS Federal Reserve.

Dilansir Reuters, bursa Asia melemah pascarilis data aktivitas manufaktur China yang gagal memenuhi ekspektasi. Rilis data tersebut menggarisbawahi pelemahan negara berkekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia itu terlepas dari upaya pemerintah China untuk memacu pertumbuhan.

Baik survei bisnis resmi dan swasta menunjukkan pertumbuhan manufaktur China yang lebih lambat bulan ini. Data yang sama juga menunjukkan ekspansi lebih lambat pada sektor jasanya. Hasil tersebut meruntuhkan ekspektasi pasar untuk angka yang stabil atau bahkan ekspansi yang lebih cepat.

“Banyak langkah-langkah stimulus yang dilakukan oleh otoritas China terfokus di dalam negeri, seperti perubahan PPN. Stimulus-stimulus itu tidak diharapkan memiliki pengaruh besar ke seluruh Asia,” ujar Kerry Craig, pakar strategi pasar global di JP Morgan Asset Management.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper