Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sinyal Ekonomi AS Membaik, Rupiah Ditutup Tertekan

Rupiah ditutup melemah pada perdagangan Selasa (23/4/2019) akibat indeks dolar AS yang bergerak menguat seiring dengan prediksi ekonomi negeri paman sam kembali pulih.
Karyawati Bank Mandiri menghitung mata uang dolar AS dan rupiah di Jakarta, Selasa (12/2/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Karyawati Bank Mandiri menghitung mata uang dolar AS dan rupiah di Jakarta, Selasa (12/2/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Bisnis.com, JAKARTA - Rupiah ditutup melemah pada perdagangan Selasa (23/4/2019) akibat indeks dolar AS yang bergerak menguat seiring dengan prediksi ekonomi negeri paman sam kembali pulih.
 
Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Selasa (23/4/2019), rupiah melanjutkan pelemahannya selama dua hari berturut-turut dengan ditutup pada level Rp14.080 per dolar AS, melemah tipis 0,014% atau turun 2 poin.
 
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa adanya sentimen positif dari bank sentral Amerika Serikat, The Fed, yang memprediksi ekonomi AS akan tumbuh 2,8% pada kuartal I/2019 telah mendorong indeks dolar AS semakin kuat.
 
"Adapun, data pertumbuhan ekonomi AS akan dirilis pada Jumat ini," ujar Ibrahim kepada Bisnis.com, Selasa (23/4/2019).
 
Selain itu, imbal hasil treasury AS untuk tenor 10 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan tenor jangka pendek sehingga menjadi tanda-tanda kekuatan dalam ekonomi AS setelah awal tahun yang menunjukkan pelemahan.
 
Walaupun demikian, rilis data harga rumah bukan baru di Amerika Serikat pada Maret 2019 berhasil tumbuh 4,9% secara year on year. Namun, melambat dibandingkan dengan pertumbuhan Februari sebesar 5,21%.
 
The Fed memperkirakan pertumbuhan investasi residensial di AS pada kuartal pertama tahun ini adalah 3,5%, melambat dari perkiraan sebelumnya, yaitu 4%.
 
Indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan mata uang mayor lainnya bergerak menguat 0,03% menjadi 97,313.
 
Kenaikan harga minyak akibat rencana pencabutan keringanan sanksi Iran oleh AS pun memiliki andil dalam depresiasi mata uang garuda. Pasalnya, Indonesia adalah negara net importir minyak yang mau tidak mau harus mengimpor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri. 
 
Oleh karena itu, ketika harga minyak melonjak, maka biaya impor semakin naik dan melukai transaksi berjalan Indonesia yang menjadi fundamental penguatan rupiah.
 
Saat ini, investor masih menanti beberapa rilis kebijakan moneter oleh bebarapa bank sentral dunia. Jepang dijadwalkan untuk mempublikasikan kebijakan moneternya pada Kamis (25/4/2019).
 
Eiji Maeda, Direktur Eksekutif Bank Jepang (BOJ), mengatakan bahwa bank sentral siap untuk meningkatkan stimulus jika ekonomi negara itu menunjukkan tanda-tanda kelemahan.
 
BOJ dapat mempertimbangkan beberapa kebijakan pelonggaran, seperti memotong suku bunga, meningkatkan pembelian aset dan mempercepat laju pencetakan uang.
 
Pada saat yang sama, Bank Indonesia juga akan mempublikasikan arah kebijakan moneternya yang diprediksi tetap mempertahankan suku bunganya, yaitu sebesar 6%.
 
Ibrahim memprediksi rupiah diperdagangkan pada Rabu (24/4/2019), di level Rp14.062 hingga Rp14.105 per dolar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper