Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Tahan Suku Bunga Acuan, IHSG Ditutup Menguat

Salah satu pemberi tenaga IHSG berasal dari keputusan BI menahan suku bunga pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berakhir pada 21 Maret 2019 di level 6 persen.
Pengunjung menggunakan smartphone di dekat papan elektronik yang menampilkan perdagangan saham di BEI, Jakarta, Rabu (20/3/2019)./Bisnis-Dedi Gunawan
Pengunjung menggunakan smartphone di dekat papan elektronik yang menampilkan perdagangan saham di BEI, Jakarta, Rabu (20/3/2019)./Bisnis-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA— Keputusan Bank Indonesia untuk menahan suku bunga acuan di level 6 persen disambut positif oleh para pelaku pasar modal yang diikuti dengan penguatan IHSG.

Pada akhir perdagangan Jumat (22/3/2019), IHSG ditutup menguat 0,36 persen ke level 6.525. Selama sepekan, IHSG tumbuh 0,99 persen. Adapun selama sepekan, investor asing mencatatkan net buy senilai Rp1,34 triliun.

Frederik Rasali, Vice President Research Artha Sekuritas memaparkan, salah satu pemberi tenaga IHSG berasal dari keputusan BI menahan suku bunga pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berakhir pada 21 Maret 2019 di level 6 persen.

“Selain dari RDG kan kita juga lihat dari global. Dari global, Bank Sentral AS (Federal Reserve) memberikan sinyal bahwa tahun ini kemungkinan besar untuk peningkatan suku bunga akan dihentikan dulu,” katanya kepada Bisnis, Jumat (22/3/2019).

Adapun sebelumnya, pasar telah memperkirakan bahwa The Fed akan memperlambat laju kenaikan suku bunga pada tahun ini menjadi dua kali. Namun demikian, imbuh Frederik, tampaknya kini tren kenaikan suku bunga The Fed justru menjadi nol (zero increase).

Dengan demikian, negara-negara yang memiliki suku bunga tinggi seperti Indonesia kini tak perlu lagi mengantisipasi kenaikan suku bunga dari The Fed tersebut. Bahkan, BI berpeluang bisa menurunkan suku bunga pada tahun ini.

“Ada kemungkinan [turunkan suku bunga]. Justru dengan adanya pernyataan dari The Fed ada kemungkinan,” ujarnya.

Kendati demikian, menurut Frederik, BI pasti akan menjaga dahulu tingkat suku bunga menjelang kondisi lebih stabil. Pasalnya, apabila BI terlalu cepat menurunkan suku bunga otomatis nilai tukar bisa jadi fluktuatif. Misalnya saja dari sisi eksportir yang menggunakan dolar AS. Penguatan rupiah yang terlalu besar dikhawatirkan dapat merugikan para eksportir tersebut.

“Walaupun mungkin memberikan penguatan untuk rupiah, tapi kan belum tentu bagus. Karena eksportir juga menerima dari dolar AS,” imbuhnya.

Frederik melihat BI berpeluang menurunkan suku bunga setelah Pemilu karena masih menanti kebijakan dari pemerintahan baru yang terpilih.

Masa setelah Pemilu dinilai lebih pasti karena arah kebijakan pemerintah baru akan diikuti oleh BI. Dengan demikian, keputusan arah BI ke depannya baru dapat terdeteksi pada paruh kedua tahun ini. “Di Juli atau Agustus setelah Lebaran. Itu baru mungkin bisa terjadi penurunan,” tutur Frederik.

Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Utama menjelaskan kecenderungan IHSG menguat pada pekan ini ditopang oleh sentimen eksternal dari pernyataan dovish The Fed dalam menetapkan tingkat suku bunga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Rahayuningsih
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper