Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Emisi Obligasi Korporasi Minim, Investor Butuh Instrumen Investasi

Turunnya nilai emisi obligasi korporasi di pasar primer pada awal tahun ini menyebabkan banyak investor yang membutuhkan instrumen investasi cukup kesulitan untuk berinvestasi, padahal momentumnya sedang sangat baik.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA — Turunnya nilai emisi obligasi korporasi di pasar primer pada awal tahun ini menyebabkan banyak investor yang membutuhkan instrumen investasi cukup kesulitan untuk berinvestasi, padahal momentumnya sedang sangat baik.

Berdasarkan data OJK, hingga Februari 2019, nilai emisi obligasi dan sukuk korporasi baru mencapai Rp14,02 triliun, turun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sudah berhasil mencapai Rp21,27 triliun.

Ramdhan Ario Maruto, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia, mengatakan bahwa likuiditas investor di pasar surat utang domestik pada awal tahun ini sebenarnya masih sangat tinggi.

Namun, minimnya pasokan obligasi korporasi menyebabkan likuiditas ini tidak terserap. Padahal, obligasi korporasi umumnya merupakan instrumen dengan tingkat bunga yang tinggi sehingga memiliki daya tarik yang tinggi.

Tingginya likuditas pasar terbukti permintaan investor dalam tiap lelang surat utang negara (SUN) yang membanjir. Pada lelang SUN Selasa (26/2/2019) lalu misalnya, penawaran investor mencapai rekor dengan nilai Rp93,93 triliun. Sebanyak 90%  dari total penawaran tersebut berasal dari investor lokal.

Seperti diketahui, investor lokal pun saat ini masih mendominasi kepemilikan pada instrumen obligasi korporasi domestik. “Investor sekarang sebenarnya sedang mencari instrumen, walaupun kehati-hatian juga cukup tinggi. Mereka melihat yield pasar sekarang sedang cukup tinggi,” katanya, Kamis (21/3/2019).

Ramdhan mengatakan, tingginya likuiditas ini semestinya bisa menepis keraguan atau sikap menunggu dari kalangan korporasi untuk menerbitkan surat utang dengan alasan ketidakpastian pemilu.

Hanya saja, tren kondisi pasar yang mengarah pada penurunan yield karena dovish-nya The Fed dan potensi penurunan BI 7 DRR menyebabkan sejumlah korporasi menunggu penurunan yield sebelum merealisasi rencana emisi, demi mendapatkan biaya daya yang lebih murah.

Ramdhan menilai, potensi penurunan yield memang masih sangat terbuka hingga akhir tahun ini.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper