Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penurunan Harga Nikel Hanya Sementara

Terkoreksinya harga nikel di bursa London Metal Exchange dinilai hanya akan berlangsung sementara, karena sentimen fundamentalnya masih mengindikasi tren bullish.
Nikel/Istimewa
Nikel/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Kembali terkoreksinya harga nikel di bursa London Metal Exchange dinilai hanya akan berlaku sementara, karena sentimen fundamentalnya masih mengindikasi tren bullish. 

Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Senin (25/2/2019), harga nikel ditutup melemah 0,12% atau turun 15 poin menjadi US$12.975 per ton.

Analis Asia Tradepoint Futures Dewa Cahyo Dewanto mengatakan bahwa penurunan nikel kali ini cukup wajar karena secara teknikal sesungguhnya tren harga nikel sedang naik. 

“Oleh karena itu, penurunan kali ini bersifat sementara, dan pada perdagangan selama sepekan ini nikel diperkirakan akan bergerak di kisaran US$12.800 per ton hingga US$13.100 per ton,” ujar Cahyo kepada Bisnis, Selasa (26/2/2019). 

Sementara itu, penurunan nikel kali ini diakibatkan sentimen dari pernyataan presiden The Fed Atlanta, Raphael Bostik, di Journal Wall Street, bahwa terdapat sinyal kenaikan suku bunga untuk tahun ini dan tahun depan, sehingga menekan hampir semua harga logam, termasuk nikel. 

Selain itu, Cahyo mengatakan pasar nikel tengah menunggu hasil akhir dari kesepakatan perundingan perdagangan antara AS dan China. Meski disebutkan sudah memiliki perkembangan yang substansial, tetapi Cahyo menilai di balik kemajuan tersebut terdapat risiko yang sangat besar jika perundingan tersebut gagal. 

“Presiden Trump dan Presiden Xi Jinping yang akan bertemu di Florida setelah perundingan perang dagang selesai. Itulah hasil yang sebenarnya dan yang akan mempengaruhi pasar nikel,” papar Cahyo. 

Sebagai informasi, jika perang dagang antara dua negara ekonomi terbesar di dunia tersebut usai, maka akan menekan dolar AS dan mengangkat yuan China, serta menaikkan nilai aset beresiko lainnya. 

Ketika yuan berhasil kembali cerah hal tersebut sebagai indikasi ekonomi negara importir terbesar tersebut membaik sehingga manufaktur akan berkembang dan bahan baku komoditas termasuk logam, permintaannya juga akan naik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper