Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mayoritas Kurs Asia Menguat, Rupiah Mampu Rebound

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup rebound dengan penguatan 13 poin atau 0,09% ke level Rp14.058 per dolar AS dari level penutupan perdagangan sebelumnya.
Transkasi penukaran uang rupiah di sebuah money changer di Jakarta, Selasa (4/9/2018)./Reuters-Willy Kurniawan
Transkasi penukaran uang rupiah di sebuah money changer di Jakarta, Selasa (4/9/2018)./Reuters-Willy Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah mampu rebound terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada akhir perdagangan hari ini, Jumat (22/2/2019).

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup rebound dengan penguatan 13 poin atau 0,09% ke level Rp14.058 per dolar AS dari level penutupan perdagangan sebelumnya.

Pada perdagangan Kamis (21/2), rupiah berakhir melemah 27 poin atau 0,19% di level Rp14.071 per dolar AS. Rupiah mulai melanjutkan pelemahannya ketika dibuka terdepresiasi 7 poin atau 0,05% di posisi 14.078 per dolar AS pagi ini.

Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di kisaran Rp14.053-Rp14.085 per dolar AS.

Rupiah menguat di saat mayoritas mata uang lainnya di Asia juga terapresiasi. Penguatan rupiah hanya terpaut tipis dari peso Filipina yang menguat paling tajam di antara mata uang lainnya sebesar 0,1%.

Sementrara itu, indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan greenback terhadap sejumlah mata uang utama terpantau menguat 0,02% atau 0,021 poin ke level 96,626 pada pukul 17.14 WIB, setelah sempat melemah hingga 96,523.

Pergerakan indeks sebelumnya dibuka turun tipis 0,01% atau 0,013 poin di level 96,592. Pada perdagangan Kamis (21/2), indeks dolar berakhir menguat 0,16% atau 0,151 poin di level 96,605.

Seperti diberitakan Reuters, dolar AS bergerak terbatas terbatas setelah rilis sejumlah data indikator ekonomi AS pada Kamis, termasuk penurunan pesanan barang modal inti dan penjualan rumah yang lesu.

Departemen Perdagangan melaporkan pesanan domestik untuk barang-barang modal nonpertahanan selain pesawat terbang, yang menjadi indikator rencana belanja bisnis, melorot 0,7%.

Menambah tekanan, sektor pabrik Atlantik Tengah AS turun ke teritori kontraksi pada Februari, untuk pertama kalinya sejak Mei 2016, menurut data Philadelphia Federal Reserve.

 “Pasar mata uang sedang memasuki fase ketika menjadi sedikit mati rasa terhadap perkembangan politik seperti perundingan perdagangan AS-China dan Brexit,” terang Takuya Kanda, manajer umum di Gaitame.Com Research.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper