Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Minyak Kembali Memanas Dipicu Pemangkasan Pasokan OPEC

Harga minyak kembali memanas, sempat menyentuh level tertingginya sebesar US$65 per barel, dipicu pemangkasan pasokan oleh OPEC dan penutupan sebagian dari kilang minyak offshore terbesar Arab Saudi.
Prediksi Harga Minyak WTI/Reuters
Prediksi Harga Minyak WTI/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak kembali memanas, sempat menyentuh level tertingginya sebesar US$65 per barel, dipicu pemangkasan pasokan oleh OPEC dan penutupan sebagian dari kilang minyak offshore terbesar Arab Saudi. 

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Jumat (15/2/2019) pukul 15.59 WIB, harga minyak jenis Brent di bursa ICE bergerak positif menguat 0,26% atau naik 0,17 poin menjadi US$64,74 per barel. Secara year to date, harga naik 20,33%.

Sementara, harga minyak jenis West Texas Intermediete (WTI) di bursa Nymex juga menguat 0,17% atau naik 0,09 poin menjadi US$54.50 per barel. Secara ytd harga bergerak naik 20,02%.

Analis Bank of America Merrill Lynch mengatakan minyak mentah jenis Brent bisa mencapai harga rata-rata sebesar US$70 per barel pada 2019 akibat banyaknya tekanan pasokan produksi minyak seperti yang dilakukan secara sukarela oleh Arab Saudi, Kuwait dan Uni Emirat Arab.

“Sedangkan penurunan pasokan juga dibantu secara tidak sengaja dari Venezuela dan Iran akibat sanksi yang diberikan AS,” ujar Merrill seperti dikutip dari Reuters, Jumat (15/2/2019).

Adapun, kilang minyak terbesar milik Arab Saudi yang memiliki kapasitas produksi mencapai lebih dari 1 juta barel per hari ditutup sebagian untuk mendukung kebijakan pemangkasan pasokan oleh OPEC untuk membantu mendorong naik harga minyak mentah dunia. Penutupan terjadi pada awal pekan dan belum ditentukan waktu untuk dibuka kembali.

Seperti diketahui, OPEC bersama sekutunya, termasuk Rusia, sepakat untuk memangkas pasokan minyak dunia sebesar 1,2 juta barel per hari. Bahkan, Arab Saudi mengatakan akan memangkas lebih banyak lagi produksi dari yang sudah disepakati pada Maret mendatang. Sementara Rusia telah mengurangi produksi minyaknya sebesar 80.000 barel hingga 90.000 barel per hari.

Walaupun demikian, Analis Investasi Bank Amerika Serikat Jefferson mengatakan meski pasar pada perdagangan Jumat menunjukan tren bullish, permintaan menunjukkan tanda-tanda perlambatan.

“Musim pemeliharaan akhirnya terwujud pada pekan ini, dengan pemanfaatan kilang milik Amerika Serikat juga menurun tajam 480 basis poin dari minggu-ke-minggu menjadi 85,9 persen," ujar Jefferson.

Selain itu, Lonjakan output Amerika Serikat juga dapat merusak upaya OPEC untuk mengencangkan pasar. Produksi minyak mentah AS tekah naik lebih dari 2 juta barel per hari pada tahun lalu, menjadi 11,9 juta barel per hari. Hal tersebut menjadikan Amerika Serikat sebagai produsen minyak terbesar di dunia.

Sebagian besar analis pun memperkirakan output AS akan segera melampaui 12 juta barel per hari, dan bahkan mungkin akan mencapai 13 juta barel per hari pada akhir tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper