Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Saham Emerging Market Bergerak Variatif Tunggu Kesepakatan Dagang AS--China

Saham-saham di pasar negara berkembang (emerging market) memberikan sinyal yang beragam terhadap outlook kesepakatan dagang antara ASChina, yakni dengan reli untuk pekan kelimanya berturut-turut.

Bisnis.com, JAKARTA—Saham-saham di pasar negara berkembang (emerging market) memberikan sinyal yang beragam terhadap outlook kesepakatan dagang antara AS—China, yakni dengan reli untuk pekan kelimanya berturut-turut.

Adapun harga saham emerging market meraih momentum pada Jumat (25/1/2019) dengan spekulasi bahwa kedatangan delegasi China di Washington dapat melancarkan jalan tercapainya kesepakatan dagang.

Mengutip Bloomberg pada Sabtu (26/1/2019), indeks saham MSCI Emerging Market menguat 1,4%, indeks valas MSCI Emerging Market menguat 0,2%.

Berikut beberapa berita yang mempengaruhi pasar negara berkembang sepekan terakhir:

Presiden AS Donald Trump sepakat untuk membuka kembali Pemerintahan Federal, setelah sekitar 3 pekan tidak ada tanda-tanda bahwa Kongres AS bakal setuju untuk mendanai proposal pembangunan tembok perbatasan Meksiko. Dikabarkan, Senat AS akan melakukan voting untuk membuka kembali Pemerintahan pada 15 Februari 2019.

Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global. IMF memprediksi, ekonomi global akan tumbuh dalam laju terlambatnya dalam 3 tahun pada 2019. Selain itu, IMF juga mengingatkan bahwa tensi dagang akan semakin membawa ancaman bagi kelangsungan ekonomi dunia.
Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross menyampaikan bahwa AS dan China sangat ingin mengakhiri perang dagang. Namun, hasilnya akan bergantung dengan komitmen Beijing untuk memperdalam reformasi ekonomi dan membuka akses pasarnya.

Departemen Kehakiman AS menyampaikan bahwa pihaknya sedang berusaha meminta kepada Kanada untuk mengekstradisi eksekutif Huawei yang ditangkap beberapa bulan lalu. Pasalnya, penangkapan tersebut dikhawatirkan dapat meningkatkan tensi dengan China.

Ekonomi China tumbuh dalam laju terlambat sejak krisis keuangan global pada kuartal IV/2018. Hal itu dikhawatirkan dapat semakin memperlambat permintaan global di tengah-tengah terjadinya perang dagang AS—China.

Obligasi Venezuela menguat seiring dengan Presiden Nicolas Maduro mendapat tekanan dari pengakuan AS dan negara-negara lainnya terhadap pemimpin oposisi Juan Guaido sebagai kepala negara. Adapun, harapan timbuh di negara yang kaya akan minyak tersebut bahwa pemerintahan yang baru dapat meningkatkan produksi minyak dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, pemimpin yang baru juga diharapkan dapat memperbaiki kesepakatan restrukturisasi obligasi setelah Pemerintah Venezuela dan perusahaan minyak milik negara jatuh ke dalam jurang utang sebesar US$9 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper