Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Konflik AS-China Masih Meresahkan, Harga Minyak Turun Lagi

Harga minyak mentah memperpanjang pelemahannya pada perdagangan hari ini, Senin (14/1/2019), akibat menyusutnya minat investor untuk aset berisiko.
West Texas Intermediate/Reuters
West Texas Intermediate/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah memperpanjang pelemahannya pada perdagangan hari ini, Senin (14/1/2019), akibat menyusutnya minat investor untuk aset berisiko.

Selain itu, sentimen pasar terbebani ketidakpastian tentang berapa banyak output OPEC akan perlu dikurangi untuk melawan booming pasokan minyak shale di Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Februari 2019 melemah 1,09% atau 0,56 poin ke level US$51,03 per barel di New York Mercantile Exchange pukul 15.12 WIB, setelah berakhir merosot 1,90% di level 51,59 pada Jumat (11/1).

Adapun harga minyak Brent untuk pengiriman Maret 2019 melemah 0,93% atau 0,56 poin ke level US$59,92 per barel di ICE Futures Europe Exchange yang berbasis di London, setelah ditutup merosot 1,95% di level 60,48 pada perdagangan Jumat.

Dilansir dari Bloomberg, bursa saham global tergelincir pada hari ini, setelah indeks S&P 500 ditutup flat pada Jumat (11/1), sebelum rilis laporan laba bank dan musim laporan kinerja keuangan perusahaan.

Kekhawatiran bahwa pertumbuhan global mungkin melambat karena perang dagang AS-China dan penutupan sebagian layanan pemerintah AS yang memasuki pekan keempat membebani sentimen investor.

Di pasar minyak, Menteri Energi Saudi Khalid Al-Falih mengatakan, koalisi OPEC+ yang memangkas produksi guna mengikis kelebihan suplai global akan berbuat lebih banyak jika diperlukan.

Harga minyak mentah masih turun lebih dari 30% dari level tertingginya dalam empat tahun pada Oktober, bahkan setelah mampu membukukan rally menuju kondisi pasar bullish awal bulan ini.

Sementara itu, CEO produsen Italia Eni SpA dan menteri perminyakan Oman mengatakan bahwa harga minyak sekitar level US$60 per barel dapat dipertahankan karena meningkatnya permintaan.

“Minyak mentah berbalik arah bersama dengan penurunan pasar ekuitas karena ada kegelisahan menjelang musim kinerja keuangan,” kata Stephen Innes, kepala perdagangan yang berbasis di Singapura untuk Asia Pasifik di Oanda Corp.

“Meski koalisi OPEC+ telah memberikan lebih banyak kepercayaan bahwa akan memangkas produksi dalam beberapa bulan mendatang, pasar tetap rapuh dan volatil sementara menunggu lebih banyak berita tentang ketegangan perdagangan AS-China,” lanjut Innes.

Masih memuncaki daftar kekhawatiran investor adalah friksi perdagangan antara dua negara berkekuatan ekonomi terbesar di dunia tersebut. Ketegangan antara AS dan China mengancam akan menyebabkan perlambatan pertumbuhan global yang dapat berdampak pada permintaan.

China berupaya untuk menyelesaikan konflik perdagangannya dengan AS tahun ini, menurut Menteri Perdagangan Zhong Shan dalam sebuah wawancara setelah Tiongkok berdiskusi dengan AS pekan lalu. Wakil Perdana Menteri China Liu He direncanakan akan mengunjungi Washington untuk pembicaraan perdagangan lebih lanjut akhir bulan ini.

Pada saat yang sama, penutupan sebagian layanan pemerintah AS juga terus menurunkan sentimen pasar. Sebuah pos pemeriksaan keamanan di bandara utama di Houston ditutup karena dampak dari penutupan itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper