Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

MNC Sekuritas: Potensi Penguatan SUN Masih Terbuka

MNC Sekuritas memperkirakan harga Surat Utang Negara (SUN) berpotensi mengalami penguatan pada perdagangan Kamis (10/1/2019).
Ilustrasi Surat Utang Negara
Ilustrasi Surat Utang Negara

Bisnis.com, JAKARTA -- MNC Sekuritas memperkirakan harga Surat Utang Negara (SUN) berpotensi mengalami penguatan pada perdagangan Kamis (10/1/2019).
 
Kepala Divisi Riset Fixed Income MNC Sekuritas I Made Adi Saputra mengatakan potensi penguatan terjadi di tengah berkurangnya persepsi risiko terhadap instrumen surat utang negara-negara berkembang dan banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti perkembangan negosiasi perang dagang AS-China.
 
"Dengan harga SUN yang berpeluang untuk mengalami kenaikan, terutama di atas tenor 7 tahun, maka kami menyarankan kepada investor untuk mencermati beberapa SUN dengan tenor panjang dan melakukan strategi trading untuk memanfaatkan momentum kenaikan harga tersebut," paparnya dalam riset harian, Kamis (10/1).
 
Beberapa seri Surat Utang Negara yang perlu dicermati adalah FR0075, FR0067, FR0068, FR0072, dan FR0073.
 
Pada perdagangan Rabu (9/1), imbal hasil SUN bergerak bervariasi dengan kecenderungan naik di tengah strategi pelaku pasar mencermati perkembangan pembicaraan dagang AS-China.
 
Perubahan harga yang terjadi mencapai 60 bps, yang menyebabkan adanya perubahan tingkat imbal hasil hingga 6 bps. '

Harga SUN bertenor pendek rata-rata berubah 1 bps, dengan penurunan imbal hasil sebesar 3 bps. Sementara itu, untuk SUN bertenor menengah terjadi penurunan harga sebesar 6 bps sehingga mengakibatkan imbal hasil naik 1 bps. 
 
Adapun harga SUN tenor panjang turun hingga 32 bps, yang mengakibatkan imbal hasilnya naik 4 bps. 
 
Untuk seri acuan, kenaikan yield terjadi pada keseluruhan seri, baik untuk yang bertenor 5 tahun maupun 20 tahun. 
 
Seri acuan bertenor 5 tahun dan 10 tahun mengalami kenaikan imbal hasil sebesar 1 bps, masing-masing di level 7,833% dan 7,920%. Untuk tenor 15 tahun, yield meningkat 3 bps ke level 8,268%.

Sementara itu, seri acuan bertenor 20 tahun mengalami kenaikan imbal hasil kurang dari 1 bps ke level 8,317%. 
 
Perubahan tingkat imbal hasil yang cenderung mengalami naik ini masih didorong oleh faktor nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pergerakan rupiah terhadap dolar AS tak lepas dari beberapa sentimen eksternal, seperti perkembangan negosiasi perang dagang AS-China.

Pembicaraan sengketa dagang ini diperpanjang hingga Rabu (9/1) atau hari ketiga di Beijing. Presiden AS Donald Trump disebut ingin membuat kesepakatan dengan China untuk meningkatkan pasar saham AS yang sedang lesu. 
 
Hal tersebut dianggap bahwa China mampu memberikan gambaran prospek lebih baik di tengah pertumbuhan global yang cenderung terkoreksi. Hal ini tercermin pada mata uang yuan China yang memimpin penguatan mata uang regional sebesar 0,34% terhadap dolar AS.
 
Selain itu, Bank Dunia juga memangkas proyeksi pertumbuhan global menjadi 2,9% dan menurunkan target perkiraan ekspansi untuk pasar negara berkembang menjadi 4,2%, yang sebelumnya berada pada level 4,7%.
 
Volume perdagangan Surat Berharga Negara (SBN) yang dilaporkan pada perdagangan kemarin senilai Rp15,09 triliun dari 50 seri yang diperdagangkan. 
 
Obligasi Negara seri FR0056 menjadi SUN dengan volume perdagangan terbesar, yakni Rp2,526 triliun dari 31 transaksi. Diikuti oleh SUN seri FR0053 dengan nilai Rp2,384 triliun dari 18 kali transaksi. 
 
Adapun Project Based Sukuk seri PBS019 menjadi Sukuk Negara dengan volume perdagangan terbesar, yakni Rp838 miliar dari 13 kali transaksi. Diikuti Project Based Sukuk seri PBS006 dan PBS016, masing-masing senilai Rp140 miliar dari 7 kali transaksi dan Rp103,5 miliar dari 9 kali transaksi.
 
Adapun volume perdagangan surat utang korporasi yang dilaporkan senilai Rp857,3 miliar dari 44 seri yang diperdagangkan. 
 
Obligasi Berkelanjutan I Indosat Tahap I Tahun 2014 Seri B (ISAT01BCN1) menjadi surat utang korporasi dengan volume perdagangan terbesar, yakni Rp130 miliar dari 4 kali transaksi. Diikuti Obligasi Berkelanjutan III Bank OCBC NISP Tahap I Tahun 2018 Seri A (NISP03ACN1) dengan nilai Rp120 miliar dari 6 kali transaksi. 
 
Selanjutnya, surat utang korporasi Obligasi Berkelanjutan II PLN Tahap I Tahun 2017 Seri C (PPLN02CCN1) dengan volume perdagangan Rp95 miliar dari 10 kali transaksi.
 
Sementara itu, nilai tukar rupiah ditutup menguat di level Rp14.125 per dolar AS.
 
Sempat dibuka menguat terbatas pada awal perdagangan, rupiah bergerak fluktuatif dan mengalami pelemahan pada pertengahan perdagangan. Namun, kemudian ditutup menguat menjelang berakhirnya sesi perdagangan pada kisaran Rp14.094-Rp14.178 per dolar AS.
 
Penguatan ini terjadi di tengah bervariasinya arah perubahan nilai tukar mata uang regional. 
 
Yuan China (CNY) memimpin penguatan mata uang regional sebesar 0,34%. Diikuti oleh penguatan peso Filipina (PHP) dan baht Thailand (THB), masing-masing 0,23% dan 0,19%. 
 
Adapun rupee India (INR) memimpin pelemahan mata uang regional setelah turun 0,56%. Diikuti yen Jepang (JPY) yang turun 0,17% dan dolar Hongkong (HKD) yang turun 0,01%.
 
Imbal hasil surat utang global pada perdagangan kemarin menunjukkan penurunan, didorong oleh meningkatnya permintaan aset yang lebih aman (safe haven asset) seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar saham global.
 
Imbal hasil surat utang Jerman terlihat mengalami kenaikan ke level 0,216%, sedangkan yield obligasi Jepang berada pada level 0,026%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper