Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pembicaraan Perdagangan Picu Optimisme Permintaan, WTI Ditutup Menguat

Minyak West Texas Intermediate untuk pengiriman Februari menguat 2,6% atau 1,26 poin ke level US$49,78 per barel di New York Mercantile Exchange, penutupan tertinggi sejak 17 Desember.
Minyak WTI/Reuters
Minyak WTI/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Minyak mentah ditutup pada level tertinggi tiga pekan pada perdagangan Selasa (8/1/2019) di tengah kemajuan perundingan perdagangna Amerika Serikat dan China dan meningkatnya kepercayaan bahwa OPEC akan menurunkan output.

Minyak West Texas Intermediate untuk pengiriman Februari menguat 2,6% atau 1,26 poin ke level US$49,78 per barel di New York Mercantile Exchange, penutupan tertinggi sejak 17 Desember.

Penguatan WTI sedikit menipis jadi US$49,70 per barel dalam beberapa setelah rilis penghitungan mingguan persediaan minyak dan bahan bakar dari American Petroleum Institute.

API melaporkan bahwa persediaan minyak mentah AS diperkirakan turun 6,13 juta barel pekan lalu.

Laporan terpisah pemerintah yang dijadwalkan rilis pada hari Rabu diperkirakan menunjukkan stok minyak mentah Amerika turun 2,7 juta barel pekan lalu, menurut estimasi median dalam survei analis oleh Bloomberg.

Sementara itu, Brent untuk kontrak Maret naik 2,4% ke level US$ 58,72 di ICE Futures Europe Exchange di London. Minyak mentah patokan global diperdagangkan lebih tinggi US$8,61 per barel dibaidingkan WTI untuk bulan yang sama.

Presiden AS Donald Trump mengatakan pada akun Twitter-nya bahwa pembicaraan dengan China “berjalan sangat baik,” ketika delegasi di Beijing memperpanjang pertemuan mereka hingga Rabu.

"Pasar jelas rebound dari wilayah oversold tajam," kata Michael Tran, analis komoditas di RBC Capital Markets LLC, seperti dikutip Bloomberg.

"Prospek makro terlihat dan terasa jauh lebih buruk daripada beberapa pekan yang lalu."

Minyak belum mengalami kenaikan harian sepanjang saat ini sejak musim panas 2017. Minyak mentah telah naik hampir 12% dalam tujuh sesi terakhir. Reli ini dipicu oleh cerahnya prospek ekonomi serta meningkatnya kepercayaan bahwa OPEC, Rusia dan sekutu lainnya akan menahan produksi dalamjumlah yang cukup untuk menghindari kelebihan pasokan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper