Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Goldman Sachs Pangkas Proyeksi Harga Minyak 2019: Brent US$62,50, WTI US$55,5 per Barel

Goldman Sachs Group Inc. memangkas proyeksi harga minyak untuk 2019 akibat surplus yang kembali terlihat dan produksi minyak shale.
Ilustrasi kilang lepas pantai./Bloomberg-Tim Rue
Ilustrasi kilang lepas pantai./Bloomberg-Tim Rue

Bisnis.com, JAKARTA – Goldman Sachs Group Inc. memangkas proyeksi harga minyak untuk 2019 akibat surplus yang kembali terlihat dan produksi minyak shale.

Dalam risetnya pada 6 Januari, para analis Goldman Sachs Group di antaranya Damien Courvalin, mengatakan harga minyak mentah acuan global Brent akan mencapai rata-rata US$62,50 per barel tahun ini, turun dari perkiraan sebelumnya di US$70 per barel.

Sementara itu, harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) West Texas Intermediate (WTI) akan mencapai rata-rata US$55,50 per barel, turun dari perkiraan sebelumnya di US$64,50.

Societe Generale SA juga menurunkan proyeksi harga minyak 2019 sebesar US$9 per barel dalam risetnya pada hari ini, Senin (7/1/2019). Minyak Brent terlihat akan mencapai rata-rata US$64,25 dan WTI mencapai US$57,25 untuk tahun ini.

Menurut Goldman, lonjakan dalam produksi OPEC pada akhir 2018 berarti pasar memulai tahun ini dengan pasokan yang lebih baik daripada sebelumnya. Sementara itu, kendala pipa di wilayah produksi minyak shale di AS Permian Basin akan terurai lebih cepat dari yang diharapkan.

Proyek-proyek besar dalam pengerjaan selama bertahun-tahun di Brasil dan Kanada juga akan meningkatkan produksi pada 2019.

Menurut Courvalin, jika digabungkan, peningkatan itu berarti tak banyak barel marginal berbiaya tinggi yang akan dibutuhkan untuk memenuhi pertumbuhan permintaan global tahun ini.

“Kami perkirakan pasar minyak akan seimbang di biaya marjinal yang lebih rendah pada tahun 2019 mengingat tingkat persediaan yang lebih tinggi untuk memulai tahun ini dan pukulan terus-menerus dalam pertumbuhan produksi minyak shale 2018 di tengah sedikit inflasi biaya yang diamati,” kata Courvalin, seperti dilansir dari Bloomberg.

“[Ada pula] ekspektasi pertumbuhan permintaan yang lebih lesu dari perkiraan sebelumnya (bahkan di atas perkiraan konsensus kami) dan peningkatan kapasitas produksi berbiaya rendah,” lanjutnya menjelaskan.

Harga minyak mentah naik ke level tertingginya dalam 4 tahun di atas level US$86 per barel pada Oktober 2018 dan kemudian jatuh sebanyak 42% pada penutupan tahun tersebut.

Pasar minyak dihantam serentetan sentimen penghindaran aset berisiko karena kekhawatiran pertumbuhan ekonomi yang dipicu oleh ketegangan perdagangan AS-China, kenaikan suku bunga, dan pengetatan likuiditas, menurut analis SocGen termasuk Mike Wittner dalam catatan risetnya.

"Pasar minyak telah memperhitungkan prospek pertumbuhan yang terlalu pesimistis. Ini menetapkan tahapan bagi harga untuk pulih selama pertumbuhan global tidak melambat di bawah 2,5%,” tambah Courvalin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper