Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Terus Melandai, Rupiah Pimpin Penguatan di Asia

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 187 poin atau 1,31% di level Rp14.083 per dolar AS setelah bergerak pada kisaran Rp14.022 Rp14.184 per dolar AS.
Karyawan bank memperlihatkan uang pecahan Dolar AS dan Rupiah di Jakarta, Senin (7/1/2019)./ANTARA-Rivan Awal Lingga
Karyawan bank memperlihatkan uang pecahan Dolar AS dan Rupiah di Jakarta, Senin (7/1/2019)./ANTARA-Rivan Awal Lingga

Bisnis.com, JAKARTA – Rupiah memimpin penguatan mata uang di Asia terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Senin (7/1/2019).

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 187 poin atau 1,31% di level Rp14.083 per dolar AS setelah bergerak pada kisaran Rp14.022 – Rp14.184 per dolar AS.

Nilai tukar rupiah sebelumnya dibuka menguat 0,64% atau 92 poin di level Rp14.178 per dolar AS, setelah pada perdagangan Jumat (4/1) ditutup menanjak 1,02% atau 147 poin di level Rp14.270 per dolar AS.

Nilai tukar rupiah melonjak ke level terkuatnya sejak Juni 2018 terhadap dolar AS setelah langkah pelonggaran moneter lebih lanjut dari pemerintah China dan harapan atas meredanya tensi perdagangan antara AS dan China memacu daya tarik aset berisiko.        

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Nanang Hendarsah mengatakan BI merencanakan mengadakan intervensi langsung dalam pasar non-deliverable forward (NDF) domestik pada hari ini.

“Intervensi dilakukan melaui delapan broker dalam jumlah yang cukup besar,” ungkap Nanang, seperti dikutip Bloomberg.

Rupiah juga mampu menjadi yang terkuat di antara mata uang lainnya di Asia yang juga mayoritas berada di zona hijau. Menempati posisi terkuat selanjutnya terhadap dolar AS adalah ringgit Malaysia dan won Korea Selatan yang menguat masing-masing 0,54% dan 0,51%.

Di sisi lain, nilai tukar rupee India terpantau melemah paling tajam sebesar 0,26%, disusul baht Thailand yang turun 0,02%.

Sementara itu, indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan greenback terhadap sejumlah mata uang utama terpantau turun 0,279 poin atau 0,29% ke level 95,902 pada pukul 17.33 WIB.

Indeks dolar sebelumnya dibuka terkoreksi 0,019 poin atau 0,02% di level 96,160, setelah pada perdagangan Jumat (4/1) berakhir melemah 0,13% atau 0,126 poin di posisi 96,179.

Seperti diberitakan Reuters, minat terhadap aset berisiko menguat pada perdagangan di Asia pagi ini, berkat langkah pelonggaran moneter agresif oleh pemerintah China pada Jumat (4/1) demi mengatasi perlambatan ekonomi yang tajam.

Setelah serangkaian data manufaktur yang lebih lemah dari perkiraan, otoritas China memangkas rasio persyaratan cadangan bank (reserve requirement ratio/RRR) sebesar 100 basis poin.

Ekspektasi pasar juga terdorong oleh agenda perundingan pemerintah AS dan China pada hari ini di Beijing guna mencapai kesepakatan perdagangan yang komprehensif.

Pertemuan nanti akan menjadi tatap muka langsung pertama antara kedua negara sejak Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping sepakat memasuki periode gencatan senjata 90 hari dalam perang dagang mereka pada 1 Desember di Buenos Aires, Argentina.

Di sisi lain, Gubernur The Fed Jerome Powell pada Jumat mengatakan kepada American Economic Association bahwa The Fed tidak berada di jalur kenaikan suku bunga yang telah ditetapkan dan bahwa bank sentral AS akan peka terhadap risiko penurunan di dalam pasar.

Terlepas dari data pekerjaan AS yang lebih kuat dari yang perkiraan pada Desember, banyak analis meyakini bahwa negara berekonomi terbesar di dunia ini tengah kehilangan momentumnya. Dengan begitu, langkah kenaikan suku bunga lebih lanjut adalah hal terakhir yang dibutuhkannya.

Komentar Powell bahwa The Fed "siap untuk mengubah sikap kebijakan" telah mendorong sentimen investor dan menyebabkan penguatan bursa saham AS pada hari Jumat.

“Aliran berita yang kita dengar sejak Jumat telah mengangkat sentimen. Pasar tentu menyukai apa yang dikatakan Powell pada hari Jumat dan reaksinya negatif untuk dolar,” kata Michael McCarthy, kepala strategi pasar di CMC Markets, seperti dilansir dari Reuters.

“[Selain itu] pemangkasan persyaratan cadangan bank China sangat penting dan telah mengangkat komoditas,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper