Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Mengawali Tahun 2019 Dengan Mantap

Mengawali pekan pertama 2019, mata uang Rupiah menunjukkan keperkasaannya dengan ditopang data fundamental Indonesia yang baik untuk melawan terpaan sentimen yang ada saat ini.
Karyawan menata uang untuk pengisian ATM, di Cash Center PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), Jakarta, Kamis (20/12/2018)./Bisnis-Abdullah Azzam
Karyawan menata uang untuk pengisian ATM, di Cash Center PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), Jakarta, Kamis (20/12/2018)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Mengawali pekan pertama 2019, mata uang Rupiah menunjukkan keperkasaannya dengan ditopang data fundamental Indonesia yang baik untuk melawan terpaan sentimen yang ada saat ini.

Direktur Utama PT Garuda Berjangka, Ibrahim mengatakan selain karena adanya sinyal dari pertemuan Amerika Serikat (AS) dan China yang akan mencapai kesepakatan terkait perang dagang, alasan lain penguatan nilai tukar rupiah pada pekan pertama disebabkan oleh rapot bagus sejumlah data fundamental Indonesia, seperti tingkat inflasi, data manufaktur, hingga data penyerapan tenaga kerja yang baik.

“[menguat] karena pada awal 2019, Indonesia memberikan hasil yang cukup memuaskan dari pemerintah yang begitu kuat melakukan intervensi di 2018 untuk memperkuat nilai tukar Rupiah,” ujar Ibrahim saat dihubungi Bisnis, Jumat (4/1/2019).

Pada perdagangan hari pertama, Rupiah dibuka menguat mencapai Rp14.390 terapresiasi 178 poin atau 1,23% dari penutupan perdagangan sebelumnya. Kemudian rupiah kembali bergerak fluktuatif akibat sentimen peluncuran data manufaktur Eropa dan sebagian besar negara Asia yang menunjukan hasil tidak memuaskan.

Namun, rupiah dapat kembali berbalik menguat pada perdagangan hari ini, Jumat (4/1/2019) dengan bergerak solid ditutup di level Rp14.270 naik 147 poin atau 1,02% dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya.

Keperkasaan rupiah juga tercermin dari memimpinnya rupiah pada klasemen mata uang Asia dalam penguatan terhadap dollar AS.

Ibrahim mengatakan Indonesia berhasil menepis anggapan dunia yang menyatakan perlambatan ekonomi global akan berimbas pada negara berkembang, salah satunya Indonesia.

Hal tersebut tercermin dari data penyerapan tenaga kerja Indonesia per November 2018 yang meningkat menjadi 1,9 juta dan data inflasi pada Desember 2018 yang melampaui batas ekspetasi para analis, yaitu 3,13% dibandingkan dengan sebelumnya mencapai 3,61%.

“Kami [analis] menganggap bahwa tingkat inflasi yang bisa mencapai 3,4% saja sebenarnya sudah baik, tetapi dengan angka tersebut pemerintah cukup bagus untuk menyeimbangkan rupiah terhadap dollar,” paparnya.

Selain itu intervensi Bank Indonesia yang mengeluarkan kebijakan kombinasi Non-Delieverable Forward di dalam negeri untuk menguatkan nilai tukar rupiah yang direspon positif oleh pasar.

Otoritas Jasa Keuangan juga, lanjutnya, yang telah memberikan iklim investasi dalam negeri lebih baik dengan melakukan berbagai pengawasan terhadap money laundry dan praktik investasi bodong.

Adapun, berdasarkan data Bloomberg, indeks dollar AS, yang melacak pergerakan greenback terhadap sejumlah mata uang melemah 0,10% ke level 96,20 pada perdagangan pukul 17.26 WIB. Indeks dollar AS melemah diakibatkan sentimen pada rencana pertemuan antara AS dengan Korea Utara terkait dengan nuklir dan bantuan ekonomi, serta data manufaktur AS yang diperkirakan kecil.

“Dengan indeks greenback dollar AS yang kini sedang melemah, itu dipakai Rupiah untuk kembali rebound dengan dibantu data fundamental dalam negeri yang tidak ada cacat sehingga rupiah melaju kencang menjadi Rp14.270 per dollar AS,” papar Ibrahim.

POTENSI RELI BERLANJUT

Ibrahim memperkirakan rupiah akan terus menguat pada pekan depan dengan berada pada kisaran Rp14.320 hingga Rp14.200 per dollar AS. Bahkan ia mengatakan, tidak menutup kemungkinan rupiah akan menyentuh Rp14.100 per dollar AS.

Berbeda tipis, Senior Staf Riset dan Analis PT Monex Investindo Futures Faisyal yang memprediksi rupiah berpotensi akan mencoba kembali untuk berada pada level di bawah Rp14.000 per dollar pada pekan depan. Hal tersebut seiring dengan data AS yang akan keluar pada Jumat malam, seperti data Non-Farm Payroll, data pendapatan harian rata-rata, serta pidato Ketua The Fed Jeremy Powell terkait dengan tanggapan pada prospek pertumbuhan ekonomi global 2019.

“Jika data nanti malam menunjukan negatif atau lebih rendah daripada ekspetasi pasar, serta pernyataan Jeremy Powell yang dovish tentang gambaran sikap bank central terhadap outlook pertumbuhan ekonomi global 2019, tentu akan menjadikan sentiment bagi penguatan rupiah yang kembali berlanjut,” papar Faisyal saat dihubungi Bisnis. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Azizah Nur Alfi
Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper