Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Efek Bersifat Utang & Sukuk Penawaran Terbatas Hanya Boleh Untuk Investor Institusi

Efek bersifat utang dan sukuk (EBUS) yang ditawarkan secara terbatas atau tidak melalui penawaran umum hanya dikhususkan untuk investor institusi. Termasuk dalam EBUS jenis ini adalah surat utang jangka menengah atau medium term notes (MTN).
Sukuk/Ilustrasi
Sukuk/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Efek bersifat utang dan sukuk (EBUS) yang ditawarkan secara terbatas atau tidak melalui penawaran umum hanya dikhususkan untuk investor institusi. Termasuk dalam EBUS jenis ini adalah surat utang jangka menengah atau medium term notes (MTN).

Deputi Pengawas Pasar Modal II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Fakhri Hilmi menjelaskan, nantinya EBUS jenis ini hanya dikhususkan untuk pemodal profesional atau institusi yang lebih memiliki pemahaman risiko sebuah instrumen.

"Gambaran kita ini bukan untuk ritel, untuk investor institusi,. Karena mereka [institusi] yang sudah memahami risiko dalam sebuah instrumen, termasuk MTN. Jadi ini nanti hanya ditawarkan ke pemodal profesional terbatas," jelasnya, akhir pekan lalu.

Penertiban penerbitan MTN ini memang menjadi fokus OJK dalam beberapa bulan terakhir. Terutama setelah adanya kasus gagal bayar yang melibatkan SNP Finance beberapa waktu lalu. Tujuan dari penerbitan regulasi ini adalah untuk meningkatkan perlindungan investor.

Selama ini, OJK hanya memiliki regulasi yang mengatur tentang EBUS yang ditawarkan dalam penawaran umum. Adapun target penyelesaian EBUS yang ditawarkan kepada pemodal profesional terbatas ini adalah pada awal tahun depan.

"Target kami aturan ini akan dirilis kuartal pertama tahun depan. Sekarang kami sedang menunggu masukan dari pelaku pasar untuk kemudian disusun dalam draf tersebut," ujarnya.

Beberapa hal yang menjadi sorotan adalah kriteria pemodal profesional, serta kewajiban penggunaan lembaga rating. Terkait dua hal ini, Fakhri masih belum bersedia untuk memberikan perincian konsep dari OJK.

Kata dia, otoritas masih menunggu masukan dari pelaku pasar terutama terkait perlu atau tidaknya penggunaan rating dalam penerbitan surat utang jangka menengah. "Soal rating tergantung masukan dari pelaku, nanti kemudian kami putuskan."

Di sisi lain, kewenangan untuk mengatur tata cara serta mekanisme teknis mengenai penerbitan MTN berdurasi kurang dari satu tahun tidak lagi dalam cakupan OJK, melainkan Bank Indonesia (BI). OJK hanya akan mengatur tentang mekanisme penerbitan surat utang dengan durasi lebih dari satu tahun.

Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto menilai, otoritas memang sudah saatnya untuk melakukan pembenahan terkait penerbitan surat utang jangka menengah. Sebab instrumen ini memang memiliki risiko yang cukup tinggi.

Sementara itu, selama ini MTN dipilih karena memang proses penerbitan yang lebih cepat dibandingkan obligasi, di mana perusahaan dapat menerbitkan efek tanpa penawaran umum karena telah memiliki calon investor strategis.

Di sisi lain, penerbit membutuhkan dana dalam waktu cepat. "MTN itu kan pembelinya terbatas dan sudah punya hubungan ke penerbit, sudah saling kenal. Memang untuk investor biasa ada risiko yang harus dihadapi," kata dia.

Semenjak OJK menegaskan akan melakukan pembenahan, kata dia, korporasi langsung menahan diri untuk menerbitkan MTN. Sebab, instrumen ini mendapat sorotan penuh tak hanya dari otoritas namun juga dari pelaku pasar.

"Korporasi untuk saat ini menilai MTN bukan pilihan utama. Karena sedang disorot dan sedang menjadi objek pembenahan OJK karena adanya kasus yang ramai belakangan ini," ujarnya.

Berdasarkan data PT Pemeringkat Efek Indonesia, emisi MTN baru hingga November 2018 mencapai Rp22,7 triliun, atau sudah hampir sama seperti capaian sepanjang tahun 2017 yang senilai Rp22,8 triliun.

Secara persentase terhadap total emisi, nilai emisi MTN hingga November tahun ini mencapai 17,8% dari total emisi surat utang korporasi senilai Rp127,2 triliun.

Ini lebih tinggi dibandingkan persentase emisi MTN terhadap total emisi surat utang korporasi tahun lalu yang hanya 12,3% dari total emisi Rp185 triliun.

Lebih dari separuh emisi MTN tahun ini terjadi pada semester pertama, atau sebelum OJK menerbitkan surat edaran yang membatasi investasi reksadana terproteksi pada instrumen MTN. Emisi pada semester pertama 2018 mencapai Rp16,2 triliun.

Sementara itu, pada Juli – November, nilai emisi MTN baru Rp6,5 triliun. Namun, tentu penurunan di semester kedua ini juga dipengaruhi oleh kenaikan yield Surat Utang Negara (SUN) yang juga turut mengerek kupon MTN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Tegar Arief
Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper