Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

MNC Sekuritas: Pasar SUN Menunggu Hasil RDG The Fed dan BI

MNC Sekuritas memperkirakan harga Surat Utang Negara (SUN) masih akan bergerak dengan arah perubahan yang bervariasi pada perdagangan Selasa (18/12/2018). 
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA -- MNC Sekuritas memperkirakan harga Surat Utang Negara (SUN) masih akan bergerak dengan arah perubahan yang bervariasi pada perdagangan Selasa (18/12/2018). 

Kepala Divisi Riset Fixed Income MNC Sekuritas I Made Adi Saputra mengatakan pelaku pasar masih akan fokus pada pelaksanaan FOMC Meeting yang akan dimulai Selasa (18/12) waktu setempat dan diikuti oleh pelaksanaan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada Rabu-Kamis pekan ini.
 
Nilai tukar rupiah juga berpeluang mengalami penguatan seiring dengan pelemahan dolar AS terhadap mata uang utama dunia, yang selanjutnya akan menjadi katalis positif bagi pasar SUN. Namun, defisit neraca perdagangan pada November 2018 yang lebih besar dari estimasi bakal membatasi potensi penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
 
"Kami memperkirakan volume perdagangan masih belum begitu besar di tengah pelaku pasar yang akan menahan diri melakukan transaksi jelang pelaksanan FOMC Meeting dan RDG BI," paparnya dalam riset harian, Selasa (18/12).
 
Made melanjutkan seiring dengan masih berpotensinya penurunan harga SUN, maka investor disarankan untuk tetap mencermati arah pergerakan harga SUN di pasar sekunder. 
 
Beberapa seri yang dapat dicermati di tengah potensi penurunan harga adalah FR0061, FR0043, FR0063, FR0070, FR0056, FR0042, FR0071, FR0073, FR0058, FR0074, FR0068, dan FR0072. 
 
Pada perdagangan Senin (17/12), harga SUN bergerak terbatas dengan arah perubahan yang bervariasi di tengah pergerakan rupiah yang sempat mengalami pelemahan serta defisit neraca perdagangan November 2018 yang lebih besar dari perkiraan. 
 
Perubahan harga yang terjadi mencapai 40 bps, sehingga menyebabkan perubahan tingkat imbal hasil sebesar 8,5 bps. Harga SUN dengan tenor pendek cenderung mengalami kenaikan terbatas, yakni sampai 7 bps, yang membuat tingkat imbal hasilnya turun 8 bps. 
 
Untuk SUN tenor menengah, harganya justru terlihat turun hingga 30 bps yang mendorong terjadinya kenaikan yield sampai 5,5 bps. Untuk tenor panjang, harga bergerak bervariasi hingga 40 bps yang mendorong terjadinya perubahan tingkat imbal hasil sebesar 5 bps. 
 
Sementara itu, harga SUN seri acuan bergerak melemah hingga 20 bps yang membuat yield naik sampai 3,6 bps. 
 
Harga SUN seri acuan dengan tenor 15 tahun dan 20 tahun mengalami penurunan masing-masing 10 bps sehingga imbal hasilnya naik 1,5 bps ke level 8,261% dan 8,461%. 
 
Untuk seri acuan bertenor 10 tahun, harganya turun 20 bps sehingga membuat imbal hasilnya meningkat 3,6 bps ke level 8,107%. Adapun seri acuan tenor 5 tahun mengalami penurunan harga kurang dari 5 bps sehingga tingkat imbal hasilnya naik mendekati 1 bps ke level 8,040%.

Kemarin, nilai tukar rupiah ditutup menguat terbatas ke level Rp14.580 per dolar AS. Bergerak dengan mengalami kecenderungan mengalami pelemahan sejak awal sesi perdagangan, ditutupnya nilai tukar rupiah dengan mengalami penguatan terbatas didorong oleh intervensi yang dilakukan BI.

Sementara itu, mata uang regional ditutup bervariasi. Rupee India (INR) memimpin penguatan mata uang regional, sebesar 0,38%, yang diikuti oleh ringgit Malaysia (MYR) sebesar 0,17% dan yuan China (CNY) sebesar 0,14%.

Adapun peso Filipina memimpin pelemahan mata uang regional dengan penurunan 0,17%, diikuti oleh won Korea Selatan (KRW) sebesar 0,06%.
 
Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan terjadi defisit neraca perdagangan senilai US$2,04 miliar pada November 2018. Defisit didapatkan dari nilai ekspor yang senilai US$14,83 miliar dan nilai impor sebesar US$16,87 miliar.

Konsensus analis sebelumnya memperkirakan defisit sebesar US$735 juta. Dengan angka defisit ini, maka neraca dagang tercatat defisit US$7,52 miliar pada 2018.
 
Defisit ini akan berdampak terhadap potensi penurunan cadangan devisa (cadev) yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan impor, sehingga akan berpotensi untuk menekan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
 
Tetapi, pergerakan harga SUN pada perdagangan kemarin tidak didukung oleh volume perdagangan yang besar, mengindikasikan bahwa pelaku pasar masih menahan diri melakukan transaksi jelang pelaksanaan FOMC Meeting dan RDG BI.
 
Dari perdagangan SUN berdenominasi dolar AS, pergerakan harganya justru cenderung turun seiring dengan membaiknya persepsi risiko. Hal tersebut tercermin pada penurunan angka Credit Default Swap (CDS) 5 tahun yang turun ke posisi 135,10 bps. 
 
Selain itu, kenaikan harga juga didukung oleh penurunan imbal hasil US Treasury di tengah meningkatnya permintaan aset yang lebih aman (safe haven asset) seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar saham global. 

Jelang pelaksanaan FOMC Meeting, imbal hasil US Treasury dengan tenor 10 tahun dan 30 tahun ditutup dengan mengalami penurunan masing-masing ke level 2,857% dan 3,124% di tengah fokus investor terhadap potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi global serta koreksi yang kembali terjadi di pasar sahamnya. 
 
Harga INDO23 mengalami kenaikan 15 bps yang mendorong penurunan tingkat imbal hasil sebesar 4 bps ke level 4,161%. Sementara itu, kenaikan harga sebesar 30 bps didapati pada INDO28 dan INDO43 sehingga penurunan yield sebesar 4 bps dan 2,5 bps, masing-masing ke level 4,535% dan 5,178%.
 
Volume perdagangan Surat Berharga Negara (SBN) yang dilaporkan pada perdagangan kemarin senilai Rp7,43 triliun dari 36 seri yang diperdagangkan, dengan volume perdagangan seri acuan senilai Rp1,7 triliun. 
 
Obligasi Negara Ritel seri ORI015 masih menjadi SUN dengan volume perdagangan terbesar, yakni Rp1,435 triliun dari 1.241 kali transaksi. Diikuti Obligasi Negara seri FR0070 senilai Rp886,90 miliar dari 10 kali transaksi. 
 
Sementara itu, Project Based Sukuk seri PBS006 menjadi Sukuk Negara dengan volume perdagangan terbesar, yakni Rp125 miliar dari 6 kali transaksi. Diikuti PBS016 senilai Rp111 miliar dari 4 kali transaksi.
 
Dari perdagangan surat utang korporasi, volume perdagangan yang dilaporkan senilai Rp1,92 triliun dari 48 seri surat utang korporasi yang diperdagangkan. 
 
Obligasi Berkelanjutan I Sarana Multi Infrastruktur Tahap III Tahun 2018 Seri A (SMII01ACN3) menjadi surat utang korporasi dengan volume perdagangan terbesar, yakni Rp217 miliar dari 16 kali transaksi. Diikuti Obligasi II Bussan Auto Finance Tahun 2018 Seri A (BAFI02A) senilai Rp200,6 miliar dari 4 kali transaksi. 
 
Adapun Sukuk Ijarah Berkelanjutan I Global Mediacom Tahap I Tahun 2017 Seri A (SIBMTR01ACN1) menjadi sukuk korporasi dengan volume perdagangan terbesar, yakni Rp412 miliar dari14 kali transaksi. Diikuti Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Bank Maybank Indonesia Tahap II Tahun 2016 (SMBNII01CN2) senilai Rp31,4 miliar dari 7 kali transaksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper