Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ADRO Tingkatkan Produksi Coking Coal

Emiten pertambangan batu bara PT Adaro Energy Tbk. (ADRO) berencana meningkatkan produksi hard coking coal pada 2019 menjadi 8 juta ton dari estimasi produksi 2018 sekitar 5,5 juta ton.
Logo PT Adaro Energy, Tbk./Reuters-Beawiharta
Logo PT Adaro Energy, Tbk./Reuters-Beawiharta

Bisnis.com, JAKARTA—Emiten pertambangan batu bara PT Adaro Energy Tbk. (ADRO) berencana meningkatkan produksi hard coking coal pada 2019 menjadi 8 juta ton dari estimasi produksi 2018 sekitar 5,5 juta ton.

Presiden Direktur Adaro Energy Garibaldi Thohir menyampaikan, ke depannya perseroan akan memacu produksi cooking coal karena margin penjualan yang tinggi. Volume produksi pada 2019 diperkirakan sekitar 8 juta ton, dari dua entitas anak usaha, yakni Kestrel Coal Resources Pty Ltd. (Kestrel) dan Adaro MetCoal (AMC).

“Produksi Kestrel pada tahun depan akan ditingkatkan menjadi 5 juta—7 juta ton, dari 2018 sekitar 4,5 juta ton,” ujarnya setelah Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), Jumat (14/12).

Adapun, produksi AMC pada 2019 diharapkan mencapai 1 juta ton lebih, atau meningkat dari tahun ini. Per September 2018, produksi AMC sejumlah 0,86 juta ton.

Pria yang akrab disapa Boy ini menyebutkan, alasan perusahaan memacu produksi coking coal ialah karena harganya yang jauh lebih tinggi dibandingkan thermal coal. Mengutip data The Steel Index (TSI) premium hard coking coal di bursa Australia kontrak Desember 2018, harganya berada di level US$226 per ton. 

Menurutnya, tingginya harga coking coal disebabkan suplai yang terbatas di Australia, Indonesia, dan Rusia. Selain itu, komoditas ini digunakan sebagai bahan baku pembuatan baja, sehingga tingkat permintaan cenderung tinggi.

“Jadi kalau gak ada coking coal, gak bakal jadi itu baja, gak bakal ada gedung, jembatan, atau infrastruktur-infrastruktur lain. Di Indonesia, sekitar 90% kebutuhan industri baja akan cooking coal sekarang masih dari impor ,” imbuhnya.

Posisi coking coal berbeda dengan thermal coal yang mayoritas digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Keberadaan thermal coal dapat digantikan oleh pembangkit listrik lainnya yang menggunakan tenaga gas, minyak, panas bumi, dan energi terbarukan.

Oleh karena itu, harga coking coal jauh lebih tinggi dibandingkan thermal coal. Dalam 5—10 tahun ke depan, Adaro berencana meningkatkan kapasitas produksi AMC menjadi 5 juta—8 juta ton per tahun.

“Bisa jadi pendapatan kami ke depannya justru banyak didorong oleh penjualan coking coal,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper