Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelemahan Harga Minyak Ikut Dongkrak Penguatan Rupiah

Rupiah menguat di hadapan dolar Amerika Serikat setelah sempat melemah pada saat pembukaan perdagangan lantaran harga minyak mentah dunia mengalami pelemahan tajam.
Petugas menghitung mata uang rupiah dan dolar AS di salah satu tempat penukaran uang di Jakarta, Selasa (9/10/2018)./ANTARA-Akbar Nugroho Gumay
Petugas menghitung mata uang rupiah dan dolar AS di salah satu tempat penukaran uang di Jakarta, Selasa (9/10/2018)./ANTARA-Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, JAKARTA – Rupiah menguat di hadapan dolar Amerika Serikat setelah sempat melemah pada saat pembukaan perdagangan lantaran harga minyak mentah dunia mengalami pelemahan tajam.

Pada penutupan perdagangan Senin (26/11) rupiah tercatat menguat 69 poin atau 0,47% menjadi Rp14.475 per dolar AS setelah dibuka di posisi Rp14.650 per dolar AS. Sepanjang 2018, rupiah mencatatkan pelemahan 6,35% di hadapan dolar AS.

Analis Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar menuturkan bahwa pelamahan pada awal perdagangan karena tertekan oleh dolar AS yang menguat menuju hasil kepastian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Uni Eropa terkait dengan Brexit.

“Kuatnya perpecahan di internal kabinet Perdana Menteri Theresa May membuat pasar khawatir akan hasil voting sehingga mendorong pelaku pasar memilih aset safe haven termasuk dolar AS,” papar Deddy, dikutip Bisnis dalam laporan harian, Senin (26/11).

Namun memasuki sesi siang, rupiah langsung tancap gas karena harga minyak mentah yang mengalami pelemahan ke level terendah selama satu tahun terakhir.

Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) mengalami penguatan 0,73 poin atau 1,45% menjadi US$51,15 per barel dan mencatatkan penurunan hingga 15,34% secara year-to-date (ytd). Adapun, harga minyak Brent menguat 1,10 poin atau 1,87% menjadi US$59,90 per barel dan turun 10,42% ytd.

Meskipun mengalami kenaikan, harga tersebut masih menjadi yang terendah sepanjang tahun ini dan mencatatkan penurunan lebih dari 20% dari puncaknya di posisi masing-masing US$75 dan US$85 per barel.

“Kondisi tersebut direspons cukup positif oleh pelaku pasar domestik mengingat impor minyak menjadi komponen terbesar yang menyeret defisit transaksi berjalan domestik melebar,” tambahnya.

Seiring dengan itu pelaku pasar juga masih bersandar pada kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia yang mencapai 6% serta kebijakan Sumber Daya Alam dan aturan domestic non-deliverable forward (DNDF) yang dapat mengelola pasar mata uang domestik dengan cukup baik.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper