Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Tergelincir Dekati Lagi Level Rp15.000 Per Dolar AS

Nilai tukar rupiah tergelincir dan berakhir melemah pada perdagangan hari ini, Senin (5/11/2018), di tengah pelemahan mata uang di Asia terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Karyawan memperlihatkan mata uang rupiah di salah satu bank di Jakarta./JIIBI-Abdullah Azzam
Karyawan memperlihatkan mata uang rupiah di salah satu bank di Jakarta./JIIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah tergelincir dan berakhir melemah pada perdagangan hari ini, Senin (5/11/2018), di tengah pelemahan mata uang di Asia terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot berakhir melemah 22 poin atau 0,15% di level Rp14.977 per dolar AS.

Padahal, pada perdagangan Jumat (2/11), rupiah berakhir menguat tajam 173 poin atau 1,14% di level Rp14.955 per dolar AS, penguatan hari ketiga berturut-turut sekaligus meninggalkan level psikologis Rp15.000 per dolar AS.

Mata uang Garuda mulai tergelincir saat dibuka terdepresiasi 21 poin atau 0,14% di level Rp14.976 pagi tadi. Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di level Rp14.968–Rp14.987 per dolar AS.

Seluruh mata uang di Asia terpantau juga melemah, dipimpin rupee India yang terdepresiasi 0,94%, renminbi China sebesar 0,52%, dan ringgit Malaysia yang melemah 0,43%.

Sementara itu, indeks dolar AS yang melacak kekuatan greenback terhadap sejumlah mata uang utama terpantau naik tipis 0,060 poin atau 0,06% ke level 96,602 pada pukul 18.40 WIB.

Indeks dolar sempat tergelincir ke zona merah dengan dibuka turun 0,101 poin atau 0,10% di level 96,441 pagi tadi, setelah pada perdagangan Jumat (2/11) berakhir menguat 0,265 poin atau 0,28% di posisi 96,542.

Dilansir Bloomberg, rupee India memimpin pelemahan mata uang di Asia setelah data pekerjaan AS yang dirilis pada Jumat (2/11) mendukung spekulasi untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut oleh bank sentral AS Federal Reserve.

Pemerintah AS melaporkan pertumbuhan pekerjaan yang solid untuk Oktober, dengan kenaikan upah tahunan di level tertinggi dalam 9,5 tahun, sehingga mendorong ekspektasi kenaikan suku bunga pada Desember.

Pada saat yang sama, investor kembali mengkhawatirkan perang dagang antara AS dan China setelah Larry Kudlow, penasihat ekonomi Gedung Putih, menyangkal bahwa pemerintah AS telah menyusun perjanjian perdagangan dengan pemerintah China.

“Kebanyakan mata uang emerging market di Asia telah pulih selama beberapa hari terakhir hari akibat meningkatnya optimisme seputar perdagangan China-AS, bersama dengan melonjaknya mata uang RMB [China],” kata Ken Cheung, pakar senior strategi valas Asia di Mizuho Bank di Hong Kong.

“Namun, data payroll AS yang kuat mengingatkan bahwa kenaikan suku bunga Fed akan berada di jalurnya,” tambahnya.

Para pelaku pasar saat ini sedang menantikan hasil pemilu paruh waktu AS pada Selasa (6/11) waktu setempat. Hasil tersebut dapat mengubah arah kebijakan Gedung Putih sehubungan dengan perdagangan. Selain itu, investor juga menantikan pertemuan kebijakan moneter oleh The Fed pekan ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper