Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Kurang Tenaga, Rupiah Rebound

Nilai tukar rupiah sukses rebound dari pelemahannya terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Rabu (10/10/2018).
Kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat Rp15.043 pada 2 Oktober 2018./Bisnis-Radityo Eko
Kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat Rp15.043 pada 2 Oktober 2018./Bisnis-Radityo Eko

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah sukses rebound dari pelemahannya terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Rabu (10/10/2018).

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 38 poin atau 0,25% di level Rp15.200 per dolar AS. Rupiah mulai rebound saat dibuka terapresiasi 25 poin atau 0,16% di Rp15.213 per dolar AS pagi tadi.

Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak pada level Rp15.197 – Rp15.227 per dolar AS.

Rebound mata uang Garuda hari ini sekaligus mematahkan rentetan pelemahan yang dialami tujuh hari berturut-turut sebelumnya. Adapun pada perdagangan Selasa (9/10), rupiah berakhir melemah 20 poin atau 0,13% di posisi 15.238.

Bersama rupiah, mata uang lainnya di Asia mayoritas menguat petang ini, dipimpin rupee India yang terapresiasi 0,27%. Di sisi lain, nilai tukar yen terpantau terdepresiasi 0,21% ke level 113,20 yen per dolar AS pada pukul 18.00 WIB.

Sementara itu, pergerakan indeks dolar AS yang melacak kekuatan greenback terhadap sejumlah mata uang utama berbalik naik tipis 0,019 poin atau 0,02% ke level 96,687 pada pukul 17.50 WIB.

Indeks dolar sebelumnya dibuka di zona merah dengan turun 0,080 poin atau 0,08% di level 95,588, setelah berakhir melemah 0,093 poin atau 0,10% di posisi 95,668 pada Selasa (9/10).

Dilansir Bloomberg, rupee memimpin penguatan sebagian besar mata uang di Asia setelah penurunan imbal hasil obligasi AS semalam membebani dolar AS. Pada saat yang sama, Presiden Donald Trump kembali mengeluh soal kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve.

Di hadapan para wartawan Gedung Putih pada Selasa (9/10), Trump menyebut The Fed terlalu cepat mengambil keputusan, padahal angka inflasi berada di posisi rendah dan data perekonomian menunjukkan kondisi yang kuat.

“Saya lebih suka melihat suku bunga yang rendah. Mereka melakukan apa yang mereka pikir perlu, tapi saya tidak menyukainya. Tingkat inflasi terkontrol dan kita merasakan banyak hal baik terjadi,” kata Trump.

Adapun imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun mencatat penurunan paling tajam dalam hampir dua pekan pada Selasa (9/10), sebelum kembali merayap lebih tinggi pada hari Rabu.

Investor selanjutnya menantikan data inflasi yang akan dirilis Kamis (11/10) waktu setempat. Data ini bisa memberikan petunjuk baru untuk obligasi AS dan memengaruhi pasar Asia.

“Penurunan imbal hasil Treasury AS semalam memberi sedikit kelegaan bagi valas Asia. Pelemahan indeks dolar AS juga membantu membatasi pergerakan dolar AS terhadap yuan China,” kata Dushyant Padmanabhan, pakar strategi mata uang di Nomura.

“Imbal hasil AS, harga minyak, dan yuan merupakan pendorong utama mata uang Asia saat ini,” tambahnya, seperti dikutip Bloomberg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper