Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kenaikan Suku Bunga AS Makin Dekat, Harga Tembaga Loyo

Harga tembaga di bursa London kembali anjlok tiga sesi berturut-turut menuju ekspektasi akan kenaikan suku bunga lebih lanjut dari Federal Reserve Amerika Serikat dan ketakutan pasar akan perkembangan perang dagang antara AS dan China.
Tembaga/Reuters
Tembaga/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Harga tembaga di bursa London kembali anjlok tiga sesi berturut-turut menuju ekspektasi akan kenaikan suku bunga lebih lanjut dari Federal Reserve Amerika Serikat dan ketakutan pasar akan perkembangan perang dagang antara AS dan China.

Pasar banyak memprediksi bahwa suku bunga acuan AS akan kembali naik pada pekan ini dan kemungkinan besar akan kembali meningkatkan suku bunga kembali pada Desember mendatang. Adapun, sepanjang tahun ini, the Fed sudah meningkatkan suku bunganya sebanyak dua kali.

Pada perdagangan Rabu (26/9/2018), harga tembaga di London Metal Exchange (LME) tercatat turun tipis 0,7% menjadi $6,275.50. Sementara itu, harga tembaga di bursa Shanghai Futures Exchange justru naik 400 poin atau 0,8% menjadi 50.580 yuan per ton atau setara dengan US$7.359 per ton.

Adapun, harga tembaga Comex juga memerah dengn mencatatkan penurunan tipis 0,10 poin atau 0,04% menjadi US$282,25 per pon. Harga tembaga di bursa New York itu telah membukukan penurunan hingga 15,04% sepanjang tahun berjalan.

Dengan ekspektasi kenaikan suku bunga itu, fokus investor akan tertuju pada pernyataan pembuat kebijakan dan kepala the Fed Jerome Powell pada konferensi pers setelah pertemuan tersebut dilangsungkan.

Analis Mizuho Bank Difei Yang mengatakan, reaksi the Fed pada perang dagang kemungkinan akan membuat bank sentral AS itu kembali mengetatkan kebijakan moneter. Dampak awalnya bisa jadi adalah tekanan pada kenaikan harga.

“Dengan demikian, risiko akan terus bertambah, melihat dampak dari perang dagang juga belum dapat diprediksi,” ujarnya, dikutip dari Reuters.

Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross mengatakan bahwa perubahan pada kebijakan ekonomi China untuk menjadi semakin beorientasi pada pasar bukanlah hal mudah, apalagi setelah dikenakan tarif pada barang China senilai US$250 miliar saat ini.

Selain itu, negara berkembang di Asia berpotensi dapat bertumbuh lebih lambat dari perkiraan pada tahun depan karena perang dagang AS dan China dapat memicu kerusakan kolateral di negara-negara yang perekonomiannya sangat bergantung pada ekspor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper