Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Saham ERAA Menuju Rp4.000?

Banyaknya pembukaan gerai toko dinilai sebagai salah satu langkah ekspansif yang bakal mengerek kinerja perusahaan ritel dan distribusi perangkat elektronik, PT Erajaya Swasembada Tbk.
Outlet Erajaya
Outlet Erajaya

Bisnis.com, JAKARTA - Banyaknya pembukaan gerai toko dinilai sebagai salah satu langkah ekspansif yang bakal mengerek kinerja perusahaan ritel dan distribusi perangkat elektronik, PT Erajaya Swasembada Tbk.

Harga saham emiten bersandi ERAA itu diprediksi akan mencapai level Rp4.000 dalam jangka panjang. Kendati, perdagangan akhir pekan lalu saham ERAA ditutup melemah 0,78% ke posisi Rp2.550.

Analis PT Ciptadana Sekuritas Robert Sebastian mengatakan, pada paruh pertama tahun ini laba bersih ERAA mencapai Rp453,7 miliar, naik 209,1% secara year on year (yoy), dan pendapatan bersih naik 54,6% menjadi Rp17,1 triliun.

"Saat ini perseroan lebih fokus untuk membuka lebih banyak gerai di kota-kota kelas dua dan tiga. Persroan juga bermitra dengan perusahaan pembiayaan nonbank untuk menyediakan fasilitas pembiayaan," kata dia dalam riset yang dikutip Bisnis, Minggu (23/9/2018).

Sementara itu, kebijakan terkait dengan pajak impor diklaim perseroan hanya akan mempengaruhi suku cadang. Dampaknya juga cukup kecil. Di sisi lain, penjualan teepon seluler dan tablet diyakini akan terus melejit.

Ciptadana merekomendasikan BUY untuk saham ERAA dan menaikkan target harga menjadi Rp4.000. Rekomendasi serupa juga disampaikan oleh Analis PT Danareksa Sekuritas Adeline Solaiman yang merekomendasikan BUY dengan target harga Rp4.000.

Menurutnya, posisi ERAA yang dipercaya menjadi mitra oleh sejumlah merek gadged terkemuka akan semakin berjaya di masa depan. Belum lagi, perseroan merupakan penguasa pasar handset di dalam negeri dengan pangsa pasar 35%.

"Apalagi mereka juga menawarkan program bundling dengan perusahaan operator telekomunikasi dan asuransi sehingga mereka akan berkembang terutama di kota-kota kelas dua dan tiga," jelasnya.

Adapun risiko yang kemungkinan dihadapi oleh perusahaan ini menurutnya adalah pertumbuhan PDB yang lebih rendah dari perkiraan, serta tingkat inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan sehingga berdampak pada daya beli.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Tegar Arief
Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper