Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perang Dagang Beri Peluang Gandum Inggris Masuk Pasar China

Perang dagang global dan ketidakpastian dari peristiwa Brexit berpotensi membuka jalan bagi pengekspor gandum dan jelai Inggris untuk masuk ke pasar China.
Ilustrasi./JIBI-Bloomberg
Ilustrasi./JIBI-Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Perang dagang global dan ketidakpastian dari peristiwa Brexit berpotensi membuka jalan bagi pengekspor gandum Inggris untuk masuk ke pasar China.

Inggris belum pernah lagi melakukan penjualan gandum juga dan jelai/ biji jali ke pengimpor utama dunia dalam dua dekade terakhir dan hanya mengirimkan gandum dalam jumlah yang tidak banyak dalam sedekade terakhir. Kondisi tersebut diprediksi akan segera berakhir.

Badan Pengembangan Pertanian dan Hortikultura (AHDB) Inggris melaporkan bahwa karena terdesak dan harus mencari sumber kedelai dari negara selain AS dan masih adanya kekhawatiran akan tambahan tarif di sektor pertanian, sejumlah perusahaan pengolah biji-bijian China berencana untuk beralih ke pemasok dari Inggris.

“AS merupakan pemasok utama China, dengan perang dagang yang sedang berlangsung antara AS dan China sudah menimbulkan ketidakpastian, maka akan membuka kesempatan bagus bagi Inggris untuk terjun ke pasar China,” ungkap Dorit Cohen, Pelaksana Pemasaran Ekspor AHDB, dikutip dari Bloomberg, Rabu (25/7/2018).

Kiriman kedelai dari Inggris ke China yang sangat berpotensi menjadi pertanda baru tentang bagaimana perang dagang sudah mengancam perubahan alur perdagangan komoditas pertanian di seluruh dunia.

Pencarian China untuk pemasok kedelai dari negara lain sejalan dengan keinginan Inggris yang tengah bersiap untuk meninggalkan Uni Eropa tahun depan. Blok tersebut merupakan penyerap terbesar ekspor gandum dan jelai dari Inggris.

“Delegasi dari perusahaan biji-bijian China bertandang ke Inggris pada bulan lalu untuk memberikan penilaian pada produksi dan fasilitas penyimpanan biji-bijian di Inggris. Setelah itu, dilanjutkan dengan kunjungan dari pihak Inggris ke China untuk bertemu dengan sejumlah perusahaan pengolah biji-bijian, termasuk Cofco International Ltd. agar mencapai kesepahaman tentang persyaratan impor China,” lanjut Cohen.

Negeri Panda itu menerapkan tarif pada sejumlah produk AS, yang merupakan pemasok gandum terbesar ke China, termasuk gandum dan sorgum pada awal Juli, dan masih ada risiko bahwa perilaku saling balas tarif tersebut akan terus memanas.

China juga harus membeli jelai karena dihadapkan dengan masalah tingginya harga sorgum AS. Jelai dapat dimanfaatkan menjadi bahan pengganti untuk pakan ternak. Dengan peristiwa tersebut, impor sorgum China tercatat mengalami kemerosotan tajam dalam enam bulan hingga Juni lalu.

Pihak Inggris berencana akan mulai mengirimkan sejumlah kecil komoditas jelai ke China sambil berangsur meningkatkan jumlah ekspor komoditas pertanian lainnya. Saat China yang sekali tidak memberikan toleransi pada hama, Inggris meminta China untuk meringankan peraturannya, karena justru semakin menyulitkan pengiriman dari Inggris.

Pihak AHDB menyebutkan, Inggris juga menargetkan untuk menjual gandum berprotein rendah, yang bisa digunakan sebagai bahan baku pembuat biskuit dan dimsum. Inggris saat ini menjadi salah satu pengirim utama gandum ke China, kerja sama antara kedua negara akan menambah jumlah pelanggan ke Inggris apabila ada surplus produksi di masa mendatang.

Pembeli dari China juga masih harus mencari sumber baru untuk komoditas gandum dan jelai, karena pemasok utamanya, Australia, saat ini tengah mengalami kekeringan dan para petaninya enggan melakukan penjualan.

Layaknya China, Inggris mendapatkan kesempatan perdagangan dengan negara lain seperti Kuba, Meksiko, dan Mesir yang mengimpor gandum dalam jumlah besar. Saat ini, Uni Eropa menjadi penyerap sekitar 80% ekspor gandum dan hampir keseluruhan penjualan jelai dari Inggris.

“Kami saat ini mendapat kesempatan berdagang dengan beberapa negara di seluruh dunia, tapi China tetap menjadi pasar terbesar bagi komoditas gandum dan jelai yang menawarkan potensi besar bagi ekspor sereal Inggris.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Sumber : Bloomberg

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper