Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Minyak Mentah AS Turun di Bawah US$68 di Tengah Penguatan Dolar

Minyak mentah West Texas Intermediate untuk pengiriman September melemah 0,04% ke level US$67,86 per barel pada pukul 6.32 WIB, setelah pada perdagangan Senin (23/7) ditutup melemah 0,5% atau 0,37 poin ke posisi US$67,89 per barel di New York Mercantile Exchange.
Prediksi Harga Minyak WTI/Reuters
Prediksi Harga Minyak WTI/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah Amerika Serikat merosot di bawah level US$68 per barel pada awal perdagangan Selasa (24/7/2018), di tengah penguatan dolar AS dan kekhawatiran meningkatnya stok di Oklahoma menunjukkan bottleneck jaringan pipa.

Minyak mentah West Texas Intermediate untuk pengiriman September melemah 0,04% ke level US$67,86 per barel pada pukul 6.32 WIB, setelah pada perdagangan Senin (23/7) ditutup melemah 0,5% atau 0,37 poin ke posisi US$67,89 per barel di New York Mercantile Exchange.

Sementara itu, minyak Brent untuk penyelesaian September turun 0,01 poin atau 0,01% ke level US$73,06 per barel di bursa ICE Futures Europe yang berbasis di London. Minyak mentah patokan global diperdagangkan dengan premi US$5,17 terhadap WTI.

Dilansir Reuters, penyedia data Genscape Inc menunjukkan peningkatan pasokan di Cushing, Oklahoma untuk pekan lalu. Data tersebut memicu kekhawatiran bahwa kemampuan untuk mengangkut minyak mungkin terhambat oleh kapasitas pipa yang menurun.

Pada saat yang sama, penguatan dolar menambah faktor penekan terhadap harga minyak, Indeks dolar AS terpantau menguat 0,17% atau 0,156 poin ke level 94,632 pada pukul 06.04 WIB.

“Kenaikan stok di Cushing mungkin mencerminkan beberapa tekanan dalam sistem, terutama sistem transportasi," kata Rob Haworth dari US Wealth Management AS di Seattle, seperti dikutip Bloomberg.

“Tidak banyak faktor yang mendorong harga. Arab Saudi dan Rusia masih mungkin akan meningkatkan produksi,” lanjutnya.

Pelaku pasar masih khawatir bahwa produsen utama OPEC, Arab Saudi, akan meningkatkan output untuk menebus kerugian dari negara-negara seperti Venezuela. Pada bulan Juni, produser memompa paling banyak dalam tiga tahun terakhir.

Pada saat yang sama, ada kekhawatiran bahwa konflik perdagangan yang sedang berlangsung antara AS dan China akan merusak kegiatan ekonomi dan menekan permintaan minyak.

“Minyak sedang dalam proses stabilisasi. Beberapa tekanan jual berasal dari dolar, yang telah menguat," kata Gene McGillian, manajer riset pasar di Tradition Energy. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper