Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Pertahankan Level Rp14.400 Jelang Akhir Pekan

Nilai tukar rupiah mampu mengikis sebagian pelemahannya dan bertahan di kisaran level 14.400 pada akhir perdagangan hari ini, Jumat (20/7/2018).
Petugas jasa penukaran valuta asing memeriksa lembaran mata uang rupiah dan dollar AS di Jakarta, Senin (2/7/2018)./ANTARA-Puspa Perwitasari
Petugas jasa penukaran valuta asing memeriksa lembaran mata uang rupiah dan dollar AS di Jakarta, Senin (2/7/2018)./ANTARA-Puspa Perwitasari

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah mampu mengikis sebagian pelemahannya dan bertahan di kisaran level 14.400 pada akhir perdagangan hari ini, Jumat (20/7/2018).

Rupiah ditutup melemah 53 poin atau 0,37% di level Rp14.495 per dolar AS, pelemahan hari ketiga berturut-turut, setelah dibuka dengan depresiasi 35 poin atau 0,24% di level Rp14.477 per dolar AS.

Mata uang Garuda terpantau sempat melemah hingga 103 poin sekaligus menembus level Rp14.540 pada pukul 11.31 WIB.

Namun, pelemahannya terkikis dan berhasil kembali naik ke kisaran level Rp14.400 di akhir perdagangan.

Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak pada level Rp14.474 – Rp14.545 per dolar AS. Adapun pada perdagangan Kamis (19/7), mata uang Garuda berakhir melemah 28 poin atau 0,19% di level 14.442 per dolar AS.

Dilansir Bloomberg, rupiah membukukan pelemahan mingguan keenamnya setelah Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuannya dalam pertemuan kebijakannya yang berakhir kemarin.

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Juli 2018 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (7-DRRR) tetap di 5,25%, seperti yang diprediksi oleh 25 dari 28 ekonom dalam survei Bloomberg.

Sebelumnya, BI telah menaikkan suku bunga sebesar 100 basis poin (bps) dalam kurang dari dua bulan. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan sikap kebijakan BI tetap hawkish dengan fokus bank sentral pada stabilitas ekonomi.

“Menurut kami, BI akan melakukan penaikan lebih banyak hanya jika terjadi arus keluar besar atau apabila depresiasi tajam rupiah terjadi lagi,” tulis pakar strategi emerging markets Credit Agricole CIB, Samsara Wang, dalam risetnya.

Efek Pelemahan Yuan

Sementara itu, mata uang lainnya di Asia bergerak variatif petang ini, dengan peso Filipina yang menguat 0,28% memimpin apresiasi di antara sejumlah mata uang Asia. Bersama rupiah, yuan offshore China yang melemah 0,37% memimpin depresiasi beberapa mata uang Asia.

Meski melemah, yuan mampu mengikis sebagian pelemahannya seiring kabar bahwa sebuah bank China terlihat membuat penawaran besar untuk menjual dolar.

Pelemahan yuan sebelumnya terbebani langkah bank sentral China yang menurunkan tingkat referensi harian untuk mata uangnya dengan jumlah terbesar dalam dua tahun.

Mayoritas mata uang di Asia yang sempat terseret turun pelemahan yuan pun ikut mampu mengikis sebagian ataupun membalik pelemahannya.

Adapun, pergerakan indeks dolar AS yang mengukur kekuatan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama lanjut turun 0,04% atau 0,034 poin ke level 95,130 pada pukul 17.45 WIB.

Sebelumnya, indeks dolar dibuka turun 0,037 poin di posisi 95,127, setelah berakhir menguat 0,08% atau 0,079 poin di level 95,164 pada perdagangan Kamis (19/7).

Dilansir Bloomberg, indeks dolar AS melemah untuk pertama kalinya dalam empat hari di tengah kekhawatiran bahwa pemerintah Amerika Serikat akan mencegah mata uangnya menguat seiring merebaknya tensi perdagangan dengan China.

Seperti diberitakan, pada Kamis (19/7) waktu setempat, Presiden AS Donald Trump mengomentari kebijakan suku bunga The Fed. Rupanya Trump justru tidak merasa antusias dengan kenaikan suku bunga dan penguatan dolar AS.

Padahal, sebagian besar ekonom percaya jika tingkat inflasi tertinggi dalam tujuh tahun dan pengangguran terendah dalam 40 tahun memberi alasan bagi kenaikan suku bunga AS beserta penguatan dolar AS akhir-akhir ini.

Namun, Trump malah khawatir mengenai potensi dampak kenaikan suku bunga dan penguatan dolar AS terhadap ekonomi Negeri Paman Sam dan daya saing perusahaan Amerika. Ia khawatir jika pelemahan mata uang China dan penguatan dolar AS menempatkan AS pada posisi yang kurang menguntungkan.

“Tensi perdagangan dan pelemahan yuan mengangkat dolar sebelumnya, tetapi pasar telah menjadi gugup untuk mendorong [dolar] lebih tinggi setelah Trump mengomentari miring dolar hari sebelumnya,” kata Koji Fukaya, CEO FPG Securities Co., dikutip Bloomberg.

“Komentar Trump memberi tekanan psikologis besar pada dolar dan membuat pasar sangat gugup saat dia berkomentar langsung tentang dolar.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper