Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah pada Juli telah terperosok hingga 9% dari bulan sebelumnya disebabkan oleh eskalasi konflik perang dagang antara Amerika Serikat dengan China yang mengancam akan mengacaukan pertumbuhan ekonomi global.
Dalam laporan ING Bank NV disebutkan bahwa pergerakan harga minyak pada Rabu (18/7) akan sangat bergantung pada data pasokan dari Energy Information Administration (EIA) Departemen Energi AS. “
“Pergerakan harga akan tergantung oleh rilis dari EIA. Apabila angkanya sama dengan yang diterbitkan oleh API [American Petroleum Institute], maka akan menambah tekanan pada harga minyak,” ungkap Warren Patterson, Ahli Strategi Komoditas ING Bank NV, dilansir dari Bloomberg, Rabu (18/7/2018).
Pada perdagangan Rabu (18/7), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun 0,38 poin atau 0,56% menjadi US$67,70 per barel dengan kenaikan selama tahun berjalan sebanyak 12,05%.
Adapun, untuk harga minyak Brent juga merosot sebanyak 0,30 poin atau 0,42% menjadi US$71,86 per barel dengan kenaikan 7,46% secara year-to-date (ytd).
Analis PT Monex Investindo Futures Ahmad Yudiawan mrngungkapkan bahwa harga minyak turun setelah sekelompok industri melaporkan bahwa persediaan minyak mentah AS naik pada pekan lalu, yang bertentangan dengan ekspektasi analis
Baca Juga
Ahmad memproyeksikan harga minyak West Texas Intermediate akan berpotensi melanjutkan penurunan menguji level support di US$67,35 per barel seiring dengan jumlah pasokan yang masih membanjiri pasar.
“Penembusan level tersebut berpeluang membawa harga minyak menguji level support selanjutnya di US$67,10 per barel dan US$66,85 per barel,” ujar Ahmad, dikutip Bisnis dalam laporan resminya, Selasa (18/7/2018).
Selanjutnya, resistan harga minyak WTI akan berada pada level US$68,15 per barel, dan kenaikan lebih lanjut akan berpotensi mendorong harga minyak menguji level resistan selanjutnya pada kisaran US$68,40 per barel dan US$68,60 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel