Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perang Dagang AS-China: Wall Street Masih Bertahan

Wall Street masih bertahan di tengah ketidakpastian perang dagang AS-China, bahkan setelah tarif impor baru dari AS mulai diterapkan pada Jumat (6/7/2018).
Aktivitas masyarakat terlihat di salah satu sudut pusat keuangan dunia, Wall Street di New York, Amerika Serikat/Bisnis-Stefanus Arief Setiaji
Aktivitas masyarakat terlihat di salah satu sudut pusat keuangan dunia, Wall Street di New York, Amerika Serikat/Bisnis-Stefanus Arief Setiaji

Kabar24.com, JAKARTA -- Wall Street masih bertahan di tengah ketidakpastian perang dagang AS-China, bahkan setelah tarif impor baru dari AS mulai diterapkan pada Jumat (6/7/2018). 

Dilansir dari Reuters, Sabtu (7/7), indeks saham AS mengalami kenaikan pasca tuduhan China atas Washington yang disebut memicu perang dagang terbesar sepanjang sejarah. 

Presiden AS Donald Trump sudah menyampaikan bahwa AS kemungkinan akan menyasar lebih banyak barang asal China untuk dikenai tarif impor baru, dengan nilai lebih dari US$500 miliar.

Sengketa antara AS dan mitra dagangnya telah mengguncang pasar keuangan mulai dari saham, mata uang, hingga komoditas selama beberapa bulan terakhir. 

Industri S&P 500 .SPLRCI merosot sebesar 4%, mencerminkan ketergantungan sektor ini pada perdagangan internasional. Indeks baja S&P 1500 .SPCOMSTEEL telah turun 7% sejak 1 Maret 2018 karena investor khawatir perlambatan permintaan global dapat mengimbangi keuntungan pembuat baja AS dari tarif terhadap pesaing asing mereka.

Meskipun S&P 500 terkena pukulan keras dalam beberapa hari terakhir oleh isu konflik perdagangan yang meningkat, indeks keseluruhan tercatat naik 0,6% pada Jumat (6/7) setelah AS dan China memberlakukan tarif baru.

Sejak awal 2018, S&P 500 naik 3% akibat adanya pemotongan pajak yang cukup tinggi terhadap perusahaan sehingga pendapatan perusahaan tumbuh dan terjadi buyback besar-besaran.

Indeks Russel 2000 telah mengungguli S&P 500, Dow dan Nasdaq sejak awal Maret 2018, mencerminkan harapan bahwa perusahaan kecil di AS tidak sensitif terhadap risiko tarif jika dibandingkan dengan perusahaan multinasional.

"Kemungkinan ada pengaruh di kuartal kedua tahun ini, meski tarif belum sepenuhnya diterapkan, karena perilaku orang-orang bisa berubah dengan cepat. Sulit untuk menyimpulkannya," ujar Tom Martin, senior portofolio manager Globalt Investments di Atlanta, Georgia, AS.

Impor produk padat semikonduktor seperti televisi dan smartphone sejauh ini terbebas dari kebijakan Trump, tetapi produk tersebut tetap berpotensi terkena dampak jika perang dagang terus berlanjut.

Sementara itu, produsen mobil merugi seiring dengan harga bahan dasar baja yang meroket akibat pemberlakuan tarif. Pemerintahan Trump telah meluncurkan penyelidikan keamanan nasional terhadap impor mobil yang dapat menyebabkan tarif tambahan.

Fluktuasi nilai tukar dolar AS dan treasury AS menjadi lebih sensitif. Analis mengatakan bahwa mereka memperkirakan dolar akan mengungguli mata uang lainnya selama perang dagang.

Yuan turun lebih dari 3% terhadap dolar AS pada Juni 2018, menjadi yang tertinggi sejak 1994 ketika China menyatukan nilai tukar pasar.

Kekhawatiran konflik perdagangan global telah menekan hasil treasury jangka panjang karena investor resah tentang perlambatan pertumbuhan ekonomi global. Sementara itu, suku bunga jangka pendek telah meningkat akibat ekspektasi kenaikan suku bunga lanjutan The Fed.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper