Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Proyeksi IHSG: Pasar Cenderung Masih Terkonsolidasi

Analis memproyeksikan IHSG pekan depan masih akan cenderung bergerak konsolidatif di level yang sama seperti pekan ini. IHSG berpotensi melemah bila keadaan eksternal memburuk selama belum ada sentimen positif dalam negeri yang mampu jadi penopang.
Karyawati berkomunikasi di dekat monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (3/7/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Karyawati berkomunikasi di dekat monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (3/7/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA—Analis memproyeksikan IHSG pekan depan masih akan cenderung bergerak konsolidatif di level yang sama seperti pekan ini. IHSG berpotensi melemah bila keadaan eksternal memburuk selama belum ada sentimen positif dalam negeri yang mampu jadi penopang.

IHSG ditutup di level 5694,912 pada perdagangan akhir pekan ini, melemah 1,8% dibandingkan posisi akhir pekan sebelumnya. IHSG masih bergerak di zona merah sejak awal tahun dan belum menunjukkan tanda-tanda pembalikan arah ke zona hijau.

Frederik Rasali, Vice President Research Artha Sekuritas, memperkirakan IHSG pekan depan masih cenderung stagnan. Dua sentimen eksternal masih akan kuat pengaruhnya, yakni percepatan penaikan suku bunga The Fed serta perang dagang Amerika Serikat dan China.

Respons China atas penetapan tariff impor Amerika Serikat terhadap barang-barang China akan menentukan arah pasar dunia selanjutnya. Bila China memutuskan menurunkan mata uangnya, hal tersebut akan berdampak buruk bagi negara-negara dengan produk ekspor yang juga dimiliki China.

Frederik menilai, dengan kondisi eksternal yang masih kuat, IHSG cenderung belum bisa menguat, kecuali ada dorongan internal yang cukup kuat, yang mana sulit diharapkan.

Dengan kondisi seperti saat ini, Frederik menilai level support kuat untuk IHSG pekan depan adalah 5600, dan bila tembus selanjutnya adalah 5400. Sementara itu, resistance akan berada di kisaran 5800-5900.

“Kita akan lihat, apakah China akan membalas kebijakan Amerika Serikat ini. Kalau itu terjadi, akan lebih dalam lagi penurunan IHSG kita,” katanya, Jumat (6/7).

Frederik menilai, rupiah masih berpotensi lebih tertekan lagi bila The Fed memberi sinyal akan lebih agresif menaikkan suku bunganya. Hal itu pada gilirannya akan berefek pada kinerja IHSG. “Acuannya pilihannya bagi nilai tukar rupiah adalah antara konstan atau lebih lemah”.

Efek Tarif Baru AS

Alfred Nainggolan, Kepala Riset Koneksi Capital, mengatakan bahwa yang patut dicermati dari efek penetapan tarif baru AS atas produk impor China adalah terhadap mata uang global. Bila rupiah mampu tetap bertahan, hal tersebut akan memberi efek positif terhadap IHSG.

“Kalau melihat peluang rupiah tetap stabil, kemungkinan indeks pekan depan tidak akan terlalu volatile, masih akan berada di rentang kemarin antara 5590 hingga 5800, dengan pengandaian tidak ada sentimen baru,” katanya.

Alfred menilai, cukup berat untuk berharap rupiah mampu menguat sebab belum ada katalis yang cukup kuat untuk mendongkrak rupiah sehingga 5800 masih merupakan level resistance yang kuat bagi IHSG. Sulit untuk berharap IHSG menembus level tersebut bila rupiah masih di kisaran Rp15.400 per dollar AS.

M. Nafan Aji, Analis Binaartha Parama Sekuritas, mengatakan menimbang kinerja IHSG secara teknikal sepanjang pekan ini, masih cukup aman bagi investor melakukan strategi buy on weakness.

Dia menilai, secara harian pekan depan IHSG mungkin saja mengalami koreksi wajar dan hal ini masih bisa dimanfaatkan untuk akumulasi beli pada harga yang terdiskon. Secara umum, menurutnya IHSG akan bergerak bervariatif.

Nafan menilai, level support dan resistance kuat bagi IHSG pekan depan masing-masing adalah 5550 dan 5900.

“Indeksi mungkin cenderung terkoreksi, tetapi saya masih bisa berharap di tengah koreksi itu ada potensi penguatan sehingga nanti pada akhir pekan depan ISHG bisa ditutup di zona positif,” katanya.

Nafan mengatakan, sentimen positif mungkin bisa diharapkan dari rilis data survey penjualan eceran dari Bank Indonesia pada pertengahan pekan depan atas kinerja Mei 2018 yang diproyeksikan lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya.

Meski begitu, sentimen eksternal perang dagang dan kebijakan moneter AS cenderung akan tetap sangat kuat pengaruhnya. Belum lagi respon pasar terhadap data ketenagakerjaan AS yang akan terefleksi pada pergerakan dollar.

Bila hasilnya di bawah ekspektasi, hal tersebut mungkin akan memberikan ruang bagi penguatan rupiah.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper