Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasokan Minyak AS Merosot, Harga Terus Melambung

Harga minyak kembali melonjak setelah muncul laporan yang menunjukkan kemerosotan persediaan pasokan minyak di Amerika Serikat sejak September 2016.
Prediksi Harga Minyak WTI/Reuters
Prediksi Harga Minyak WTI/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak kembali melonjak setelah muncul laporan yang menunjukkan kemerosotan persediaan pasokan minyak di Amerika Serikat sejak September 2016.

Pada perdagangan Rabu (27/6) harga minyak West Texas Intermediate (WTI) tercatat naik 0,27% atau 0,19 poin menjadi US$70,72 per barel. Total volume yang diperdagangkan 20% di bawah rata-rata pergerakan 100 hari.

Sementara itu, harga minyak Brent Futures naik 0,20 poin atau 0,26% menjadi US$76,51 per barel.

Perdagangan berjangka minyak di AS melonjak setelah Institusi Perminyakan Amerika (API) melaporkan pasokan persediaan minyak mentah negaranya anjlok sebanyak 9,23 barel pada pekan lalu, penurunan terbesar sejak September 2016.

Pemadaman di upgrader minyak-pasir di Kanada, bersama dengan tensi di Libya dan desakan AS pada para sekutunya untuk memangkas impor Iran agar bisa dihentikan total pada November seluruhnya membantu mendorong harga pada sesi ini.

“Kabar tersebut memberikan sentimen bullish. Segala hal yang telah terjadi telah memberikan dampak pada minyak untuk beberapa bulan kedepan,” ujar James Williams, Presiden badan riset energi WTRG Economics, dikutip dari Bloomberg, Rabu (27/6/2018).

Pada sesi itu, muncul kabar bahwa Arab Saudi mengatakan berencana akan memompa jumlah rekor minyak pada Juli, menyetir penurunan harga dalam waktu singkat.

“Meskipun Arab Saudi menaikkan produksinya, masih ada kekhawatiran pada pasar terkait penutupan produksi entah dari Libya atau Kanada, kabar tersebut akhirnya mendorong harga. Pasarlah yang punya sentimen bullish pada harga minyak” kata Rob Haworth, yang membantu mengawasi dana senilai US$151 miliar di Bank Wealth Management AS di Seattle.

Di Libya, pasokan yang loyal pada Khalifa Haftar, komandan negara wilayah Timur yang terpisah secara politik, menyerahkan pelabuhan dan kapasitas ekspor sejumlah 800.000 barel per hari ke National Oil Corp. di Benghazi di wilayah Timur.

“Sejumlah pelabuhan di Libya kemungkinan akan diurus oleh orang yang salah pada saat ini. Hal itu akan menimbulkan masalah,” ungkap Bob Yawger, Direktur Pialang di Mizuho Securities USA Inc.

Perusahaan minyak Saudi Aramco menargetkan untuk mendorong produksinya pada bulan depan hingga mencapai 10.8 juta barel per hari. Jumlah tersebut melampaui level tertinggi produksi sejumlah 10,72 juta barel per hari pada November 2016.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Sumber : Bloomberg

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper