Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kelebihan Produksi AS & Perang Dagang Kian Menekan Harga Kedelai

Harga kedelai berbalik semakin suram, dan hedge funds memprediksikan kemerosotan harga komoditas biji-bijian tersebut akan bertahan dalam waktu yang lama.
Pekerja melakukan proses pengolahan kedelai di salah satu pabrik di Jakarta, Selasa (13/3/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja melakukan proses pengolahan kedelai di salah satu pabrik di Jakarta, Selasa (13/3/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Harga kedelai berbalik semakin suram, dan hedge funds memprediksikan kemerosotan harga komoditas biji-bijian tersebut akan bertahan dalam waktu yang lama.

Adapun, harga minyak kedelai juga terjebak di tengah peningkatan tensi perdagangan antara AS dan China, memicu kerugian terhadap permintaan untuk pasokan Amerika. Pada saat yang sama, musim hujan yang melanda seluruh bagian Midwest memberi trader optimisme bahwa pasokan kedelai akan tetap bisa terpenuhi.

Pada perdagangan Senin (25/6) tercatat harga kedelai di Chicago Board Of Trade (CBOT) anjlok 10 poin atau 1,09% dari penutupan sesi sebelumnya menjadi US$906,25 sen per bushel, merosot 7,01% secara year-to-date.

Harga tersebut untuk pengiriman November tergelincir 11% dalam bulan ini, menghapuskan kenaikan harga sepanjang 2018. Para pengelola keuangan memprediksikan akan adanya penurunan harga lebih lanjut, mengubah taruhan menjadi turun harga untuk pertama kalinya sejak Februari.

Data dari Departemen Petanian Amerika Serikat (USDA) pada 29 Juni kemungkinan akan menambahkan sentimen pesimis tersebut, karena sejumlah analis memperkirakan laporan penanaman petani Amerika telah menanamkan jumlah tanaman lebih banyak dari yang diperkirakan pada bulan lalu.

“Penurunan harganya masih terkendali. 20% hingga 25% dipengaruhi oleh cuaca, faktor linnya adalah perang dagang,” ujar Matt Connelly, analis Hightoer Report di Chicago, dilansir dari Bloomberg, Senin (25/6/2018).

Berdasarkan data Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas AS, hedge funds memegang posisi jangka pendek sebanyak 12.801 perdagangan berjangka dan opsi pada 19 Juni.

Angka tersebut, yang digunakan untuk mengukur perbedaan antara taruhan harga naik dan turun, dibandingkan dengan kepemilikan posisi jangka panjang sebanyak 12.870 kontrak pada pekan sebelumnya.

Sejumlah pengelola keuangan juga membalikkan posisi jangka pendeknya pada komoditas jagung dan gandum, sementara taruhan bearish pada minyak kedelai mencapai level tertingginya sejak datanya muncul pada 2006.

Setelah Presiden AS Donald Trump menjatuhkan tarif lebih tinggi terhadap China, negara Asia tersebut melawan lagi dengan pajak pada produk pertanian AS termasuk kedelai, jagung, dan kapas yang akan mulai efektif beroperasi pada Juli mendatang.

Seiring dengan menguatnya tensi perdagangan antara kedua negara tersebut, volume perdagangan harian pada seluruh perdagangan berjangka pertanian dan opsi di Chicago menyentuh level tertingginya sejumlah 3,2 juta kontrak, tercatat pada 19 Juni lalu oleh perusahaan CME Group Inc.

“Kedelai merupakan salah satu barang yang diekspor ke China dengan jumlah terbesar, diikuti oleh pengiriman pesawat sipil dan kendaraan bermotor. Menjatuhkan tarif merupakan salah satu pukulan terbesar yang bisa dilakukan China,” ungkap analis Bloomberg Intelligence Alvin Tai dan Chris Muckensturm.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Sumber : Bloomberg

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper