Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Dekati Level Rp14.000 Jelang Libur Lebaran

Nilai tukar rupiah memperpanjang pelemahannya pada pengujung perdagangan terakhir sebelum libur panjang Idulfitri, Jumat (8/6/2018), di tengah pelemahan mayoritas mata uang Asia terhadap dolar AS.
Uang rupiah./Bloomberg-Brent Lewin
Uang rupiah./Bloomberg-Brent Lewin

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah memperpanjang pelemahannya pada pengujung perdagangan terakhir sebelum libur panjang Idulfitri, Jumat (8/6/2018), di tengah pelemahan mayoritas mata uang Asia terhadap dolar AS.

Rupiah ditutup melemah 57 poin atau 0,41% di Rp13.932 per dolar AS, setelah dibuka dengan depresiasi 12 poin atau 0,09% di Rp13.887.

Pada perdagangan Kamis (7/6), performa mata uang Garuda juga berakhir melemah sebesar 22 poin atau 0,16% di posisi Rp13.875. Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak pada level Rp13.887 – Rp13.943 per dolar AS.

Mayoritas mata uang di Asia terpantau melemah, dipimpin rupee India sebesar 0,87% dan won Korea Selatan yang terdepresiasi 0,64%. Adapun yen Jepang terpantau menguat 0,36% pada pukul 17.24 WIB.

Yen memperpanjang penguatannya di tengah tensi perdagangan global menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 serta kekhawatiran seputar meningkatnya ketidakstabilan pada beberapa mata uang emerging market.

Di sisi lain, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama terpantau menguat 0,28% atau 0,261 poin ke level 93,696 pada pukul 17.13 WIB.

Indeks dolar dibuka di zona hijau dengan kenaikan 0,036 poin atau 0,04% di level 93,471 pagi tadi, setelah berakhir melemah 0,19% atau 0,179 poin di posisi 93,435 pada perdagangan Kamis (7/6).

Dilansir dari Bloomberg, dolar AS menguat saat investor menantikan hasil sejumlah agenda berisiko penting, termasuk KTT G7 dan pertemuan kebijakan moneter tiga bank sentral terbesar di dunia.

Diskusi perdagangan dalam pertemuan para pemimpin negara tergabung dalam Kelompok Tujuh Negara (G7) di Quebec, Kanada tersebut akan menjadi perhatian pasar, saat Amerika Serikat (AS) dan sejumlah mitra dagangnya memperlihatkan pandangan masing-masing.

“Pasar memantau pekan yang sangat sibuk,” kata David Forrester, FX strategist di Credit Agricole. “Negosiasi dagang juga menjadi fokus menjelang tenggat waktu 15 Juni bagi AS untuk menerbitkan daftar barang-barang China yang dikenakan tarif.”

Pertemuan Bank Sentral

Tiga bank sentral terkuat di dunia – The Federal Reserve, European Central Bank (ECB), dan Bank of Japan (BOJ) - akan menggelar pertemuan kebijakan moneter masing-masing pekan depan.

Ketiga pertemuan yang akan berlangsung dalam pekan yang sama tersebut diperkirakan akan menghasilkan penaikan suku bunga acuan oleh The Fed, potensi pengungkapan rencana berakhirnya langkah pembelian obligasi oleh ECB, serta pertahanan program stimulus besar-besaran oleh BOJ.

The Fed diantisipasi siap menaikkan suku bunga untuk kedua kalinya tahun ini pada Rabu (13/6/2018) waktu setempat. Pejabat Fed bahkan bisa saja memperbarui proyeksi mereka untuk empat kali kenaikan tahun ini secara keseluruhan, dari tiga kali kenaikan yang dipertimbangkan sebelumnya.

Sementara itu, Kepala Ekonom ECB, Peter Praet, mengisyaratkan bahwa para pembuat kebijakan akan mengadakan diskusi formal pertama mereka untuk mengakhiri program pembelian obligasi dalam pertemuan pada Kamis (14/6/2018) waktu setempat.

Program pembelian aset yang dimulai pada tahun 2015 untuk menghidupkan kembali ekonomi Eropa tersebut dijadwalkan berjalan setidaknya hingga September, ketika kepemilikan akan mencapai total 2,6 triliun euro (US$3,1 triliun).

Ekspektasi pasar adalah bahwa laju pembelian - saat ini mencapai 30 miliar euro per bulan - akan meruncing menuju nol pada akhir tahun ini.

Di sisi lain, langkah pengetatan dilihat belum akan masuk agenda untuk BOJ, yang beralih ke pembelian aset bertahun-tahun sebelum The Fed dan ECB demi mengatasi kekuatan deflasi yang kuat di Jepang.

Bahkan dengan penambahan kontrol kurva imbal hasil ke dalam 'perangkat' Gubernur BOJ Haruhiko Kuroda pada tahun 2016, BOJ masih membeli sejumlah besar obligasi pemerintah Jepang dan neraca keuangannya diatur untuk segera melampaui nilai output ekonomi tahunan negara.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper