Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RUPIAH SENGGOL 14.000 LAGI, Analis: Melejitnya Yield Obligasi AS Jadi Penyebab

PT Garuda Berjangka mengemukakan merupakan hal yang tidak diduga jika kurs rupiah atas dolar Amerika Serikat pada pagi ini kembali ke atas Rp14.000
Karyawati menghitung uang rupiah, di kantor Cabang Bank Bukopin di Jakarta, Senin (9/4/2018)./JIBI-Abdullah Azzam
Karyawati menghitung uang rupiah, di kantor Cabang Bank Bukopin di Jakarta, Senin (9/4/2018)./JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA— PT Garuda Berjangka mengemukakan merupakan hal yang tidak diduga jika kurs rupiah atas dolar Amerika Serikat pada pagi ini kembali ke atas Rp14.000.

“Memang di luar dugaan rupiah mengalami pelemahanan di atas 14.000,” kata Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim kepada Bisnis.com, hari ini, Selasa (15/5/2018).

Ibrahim mengemukakan kenaikan yield obligasi AS tenor 10 tahun yang tinggi, kembali memunculkan perkiraan jika bank sentar Federal Reserve akan mempertimbangkan kenaikan suku bunganya.

“Pengaruh utama masalah data di AS,  ekspektasi inflasi mengalami peningkatan (setelah ada) kenaikan yield obligasi 10 tahun yang cukup luar biasa. Hampr mendekati 3%,” kata Ibrahim.

Kenaikan yield tersebut ujarnya, ditangkap pasar sebagai indikasi the Fed bersiap menaikkan suku bunga.

Terkereknya yoeld tersebut juga menguatkan indeks dolar AS sehingga menekan mata uang lainnya.

“Mata uang lain terdepresiasi, dan terjadi depresiasi luamayan besar untuk mata uang Garuda,” kata Ibrahim.

Seperti diketahui pada hari ini, pk. 10.12 WIB, rupiah melemah 47 poin atau 0,34% ke Rp14.020 per dolar AS. Padahal rupia telah semapat meninggalkan level 14.000 pada penutupan perdagangan 11 dan 14 April 2018.

Sementara itu, indeks dolar AS pada penutupan perdagangan Senin menguat 0,05% ke level 92,637. Pada hari ini, pk. 10.10 WIB, indeks menguat 0,05% ke level 92,637.

Sebelumnya, Ahmad Mikail, Ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia mengemukakan yield US treasury jangka menengah (10 tahun) dan panjang di AS (30 tahun) pada Senin naik sebesar 2 bps dan 4 bps ke level 2,99% dan 3,13%.

“Seiring kemungkinan membesarnya defisit anggaran pemerintah AS,” kata Mikail kepada Bisnis.com hari ini, Selasa 915/5/2018).

Dia mengemukakan, harga komoditas ikut mendorong kenaikan yield US Treasury.Harga minyak WTI dan gas kemarin masing-masing bergerak naik sebesar 0,13% (US$71.42/barel) dan 0,39% (2,83/MMBtu) seiring kembalinya sanksi AS terhadap Iran.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper