Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Indonesia: BUMN Jangan Timbun Dolar AS

Bank Indonesia mengimbau agar perusahaan pelat merah tidak menimbun dolar AS jika kebutuhan tenggat pembayaran utang jatuh tempo valuta asing masih lama.
Uang dolar AS./Antara
Uang dolar AS./Antara

Bisnis.com, JAKARTA -- Bank Indonesia mengimbau agar perusahaan pelat merah tidak menimbun dolar AS jika kebutuhan tenggat pembayaran utang jatuh tempo valuta asing masih lama.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo mengatakan pihaknya bekerja sama dengan pemerintah untuk meyakinkan BUMN agar tidak melakukan pengadaaan valuta asing jika jatuh tempo utangnya masih jauh di akhirtahun.

"Mungkin kewajibannya baru jatuh tempo di September, November atau Desember. Itu tidak perlu mengadakan valuta asingnya sekarang," kata Agus, Jumat (27/4).

Selain itu, BI dan pemerintah berkoordinasi agar kebutuhan valuta asing BUMN dilakukan dengan cara forward. Forward adalah transaksi jual dan beli valuta asing dengan kurs forward/ kurs future period yang ditetapkan saat transaksi dilakukan.

Jika ada kondisi yang mendesak, BI menegaskna penyesuaian bisa dilakukan guna menghindari tekanan kebutuhan dolar yang tinggi.

Selain itu, Agus juga mengatakan BI akan menawarkan transaksi swap yang lebih sering dari biasanya.

"BI bisa menawarkan lebih dari satu kali seminggu. Ini sekarang satu kali seminggu, frekuensinya mungkin kita bisa tingkatkan," tegas Agus.

Terkait dengan minat swap yang kurang, Agus menjelaskan minat tergantung pada pricing dari swap tersebut sehingga belum cocok pagi perusahaan. Kendati demikian, BI menegaskan yang paling penting dari kebijakan tersebut adalah likuiditas valuta asing dan rupiah harus terjaga.

Untuk Pasar Uang Antar Bank (PUAB), BI menegaskan pihaknya akan menjaga likuditasnya. "Mungkin BI akan turun term repo dan ini bagian untuk meyakinkan valas dan rupiah tersedia," kata Agus. Term repo ini disiapkan jika ada tekanan terhadap likuiditas saat pemerintah mengalami sedikit kontraksi karena pembayaran dari pajak.

Bank sentral, lanjut Agus, akan meyakinkan besarannya tepat sehingga sistem moneter tetap terjaga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hadijah Alaydrus
Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper