Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Loyo Setelah The Fed Kerek Suku Bunga, Rupiah Rebound

Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 6 poin atau 0,04% ke level Rp13.755 per dolar AS, setelah dibuka dengan penguatan 31 poin atau 0,23% ke level Rp13.730 per dolar AS.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah mampu rebound dan ditutup menguat pada akhir perdagangan hari ini, Kamis (22/3/2018).

Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 6 poin atau 0,04% ke level Rp13.755 per dolar AS, setelah dibuka dengan penguatan 31 poin atau 0,23% ke level Rp13.730 per dolar AS.

Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di kisaran Rp13.728 – Rp13.755 per dolar AS. Adapun pada perdagangan Rabu (21/3), rupiah berakhir melemah 13 poin atau 0,09% di posisi Rp13.761. 

Rupiah melemah di saat pergerakan mata uang lain di kawasan Asia bervariasi terhadap dolar AS, dengan yen Jepang menguat paling signifikan hingga 0,45%, disusul ringgit Malaysia ytang naik 0,31%.

Di sisi lain, peso Filipina melemah paling signifikan dengan depresiasi 0,38%, disusul yuan offshore China yang melemah 0,35%.

Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama hari ini terpantau melemah 0,14% atau 0,128 poin ke level 89,655 pada pukul 16.55 WIB.

Dolar AS turun ke level terendah satu bulan setelah Federal Reserve mengeluarkan perkiraan untuk kebijakan suku bunga yang dipandang kurang hawkish oleh pelaku pasar.

The Fed menaikkan suku bunga AS sebesar 25 basis poin menjadi 1,75% pada Rabu dan mengisyaratkan dua kenaikan lagi untuk 2018, namun sejumlah pihak mengharapkan total empat kenaikan suku bunga pada 2018.

Meningkatnya retorika dalam perdagangan juga memberi tekanan pada dolar. China menuduh AS berulang kali menyalahgunakan praktik perdagangan karena menyiapkan tarif impor pada impor China senilai US$60 miliar, yang akan diumumkan pada hari Kamis waktu AS.

"Jika risiko perang perdagangan meningkat, euro dan yen mungkin menahan diri terhadap dolar, tetapi beberapa mata uang pasar yang muncul akan berada di bawah tekanan," kata Alvin Tan, analis mata uang di Societe Generale, seperti dikutip Reuters.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper