Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bursa Asia Melemah, IHSG Ikut Tertekan di Akhir Sesi I

IHSG melemah 0,57% atau 36,3 poin ke level 6.376,55 di akhir sesi I, setelah dibuka di zona hijau dengan pelemahan 0,03% atau 1,96 poin di level 6.410,89.
Karyawan beraktivitas di dekat papan elektronik penunjuk Indeks Harga Saham Gabungan, di Jakarta, Selasa (27/2/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan
Karyawan beraktivitas di dekat papan elektronik penunjuk Indeks Harga Saham Gabungan, di Jakarta, Selasa (27/2/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA – Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah pada akhir sesi I perdagangan hari ini, Rabu (14/3/2018).

IHSG melemah 0,57% atau 36,3 poin ke level 6.376,55 di akhir sesi I, setelah dibuka di zona hijau dengan pelemahan 0,03% atau 1,96 poin di level 6.410,89.

Adapun pada perdagangan Selasa (13/3), IHSG ditutup melemah 1,35% atau 87,84 poin ke level 6.412,89.

Sepanjang perdagangan hari ini IHSG bergerak pada kisaran 6.363,63 - 6.412,75. Sebanyak 132 saham menguat, 194 saham melemah, dan 246 saham stagnan dari 572 saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Seluruh sembilan indeks sektoral IHSG bergerak negatif, dengan tekanan utama dari sektor tambang yang melemah 1,48%, disusul sektor pertanian yang turun 0,9%.

Sementara itu, pergerakan indeks saham lainnya di Asia Tenggara terpantau mayoritas melemah siang ini, dengan indeks FTSE Straits Time Singapura turun 0,52%, indek FTSE Malay KLCI melemah 0,33%, dan PSEi Filipina melemah 1,35%. Adapun indeks SE Thailand menguat 0,02%.

Indeks saham lain di Asia juga terpantau melemah, dengan indeks Nikkei 225 Jepang turun 0,79%, indeks Kospi melemah 0,55%, sedangkan indeks Shanghai Composite melemah turun 0,63%.

Dilansir Reuters, bursa saham Asia goyah karena investor khawatir atas ancaman tarif impor baru AS dari China. Minat investor terhadap aset berisiko juga tertekan oleh langkah Presiden Donald Trump yang memecat Menteri Luar Negerinya karena dianggap moderat di pemerintahannya, sehiungga meningkatkan ketidakpastian terhadap arah kebijakan Trump.

"Perang perdagangan global sepenuhnya tidak mungkin terjadi, tapi juga tidak ada banyak kedamaian pada perdagangan. Perang perdagangan A.S.-China adalah risiko utama,” ungkap Kepala Ekonom AMP Shane Oliver, seperti dikutip Reuters.

Sentimen negatif dari AS membuat pasar mengabaikan data ekonomi China yang yang menunjukkan bahwa output industri negara tersebut melonjak pada laju yang lebih cepat pada awal tahun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper