Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Garuda Indonesia (GIAA) Matangkan Rencana Global Bond US$750 Juta

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. ingin memperbaiki profil utang jangka pendek dan jangka panjang perseroan sehingga kelak operasional perseroan tidak banyak dibebani oleh utang jangka pendek.
Pesawat Garuda Indonesia/JIBI-Abdullah Azzam
Pesawat Garuda Indonesia/JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. ingin memperbaiki profil utang jangka pendek dan jangka panjang perseroan sehingga kelak operasional perseroan tidak banyak dibebani oleh utang jangka pendek.

Dari keterbukaan informasi yang dipublikasikan persroan di Bisnis Indonesia pada Selasa (13/3/2018), Garuda Indonesia menyebut saat ini memiliki utang jangka panjang sebesar US$636 juta dan utang jangka pendek sebesar US$1,08 miliar.

Untuk itu, perseroan akan menggunakan dana obligasi global yang direncanakan sebanyak-banyaknya sebesar US$750 juta untuk melakukan reprofiling utang, sehingga proporsi utang jangka panjang tidak akan lebih kecil dibandingkan dengan porsi pinjaman jangka pendek.

Sebagaimana diketahui, emiten maskapai penrbangan pelat merah tersebut berencana menerbitkan global bond dengan nilai sebanyak-banyaknya US$750 juta. Awal bulan ini, emiten dengan kode saham GIAA itu telah menunjuk investment bank.

Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Helmi Imam Satriyono mengungkapkan penunjukan investment bank tersebut telah disepakati dalam RUPS perseroan dan dalam waktu dekat GIAA akan melakukan roadshow.

“Kami sudah melakukan penunjukkan [instansi penjamin], ada empat yaitu Standard Chartered, Deutsche Bank, ANZ, dan Bank of Tokyo Mitsubishi. Sejauh ini nilainya [yang akan diajukan] masih up to US$750 juta,” ungkap Helmi belum lama ini.

Helmi menambahkan perseroan juga memiliki wacana untuk menerbitkan obligasi rupiah dengan nilai sebanyak-banyaknya setara US$200 juta. Kendati demikian, perseroan masih mengkaji kondisi struktur keuangan dan pasar untuk memutuskan penerbitan bligasi rupiah tersebut.

GIAA berencana mengalokasikan US$250 juta dari rencana penerbitan obligasi sebesar US$750 juta, untuk dapat masuk ke kas perusahaan. Selebihnya, GIAA akan menggunakan untuk refinancing, terutama pembayaran obligasi berdenominasi rupiah sebesar Rp2 triliun yang akan jatuh tempo pada Juli tahun ini.

Helmi menyampaikan perseroan membutuhkan cashflow sebesar US$250 juta tersebut terutama untuk menopang kinerja anak perusahaan dan sebagai tambahan belanja modal induk dan anak usaha.

Garuda Indonesia akan melakukan penawaran obligasi terebut baik kepada investor dalam negeri maupun luar negeri. Surat utang tersebut akan jatuh tempo pada 2023, dengan pembayaran bunga setiap tempo enam bulan.

Adapun, perseroan menargetkan laba bersih sebesar US$8,7 juta pada tahun ini, dengan pencapatan sebesar US$4,9 miliar dan aset sebesar US$5,3 miliar. pada 2017, GIAA mencatatkan total kerugian sebesar US$213,4 juta, setelah pada 2016 membukukan laba US$9,36 juta.

Untuk dapat meraup untung pada tahun ini, perseroan mengupayakan kenaikan utilitas pesawat, efisiensi, dan melakukan hedging atau lindung nilai terhadap harga aftur untuk memitigasi fluktuasi nilai tukar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dara Aziliya
Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper